27 February 2007

Atas Nama Kehormatan

Foto diambil dari sini


Andai boleh memilih, mungkin Souad memilih untuk tidak dilahirkan atau memilih mati saja. Terlahir sebagai perempuan berarti lekat dengan ketidak berdayaan, kepatuhan dan sederet penderitaan lain. Tidak ada hak apapun bagi perempuan di tempat ini, bahkan dia tidak berhak atas tubuhnya sekalipun. Semuanya menjadi milih lelaki; ayah dan suaminya kelak.

Stempel charmuta (pelacur) akan diberikan hanya karena seorang perempuan bertatap mata dengan sengaja dengan seorang lelaki yang bukan muhrimnya. Selanjutnya, pukulan dengan tongkat atau cambuk dengan sabuk akan menjadi ganjarannya untuk kesalahan -yang bagi orang-orang modern- sepele itu. Semua dilakukan dengan alasan membela kehormatan.

Atas nama kehormatan perempuan harus menerima nasib mati di tangan para lelaki. Atas nama kehormatan seorang ibu bahkan tega membunuh bayi-bayinya sesaat setelah dia sadar bayi itu punya vagina diantara selangkangannya. Rasanya para pejuang kesetaraan gender harus bekerja lebih keras lagi untuk mengurangi jumlah negara yang memposisikan perempuan sebagai warga kelas dua, yang menghargai perempuan tidak lebih dari seekor hewan.

Souad lahir di sebuah dusun di Tepi Barat dimana tatanan sosial disana mengharuskan perempuan tunduk dan patuh hingga taraf yang -menurut saya- paling menjijikkan. Amarah saya serasa bangkit menatap huruf demi huruf di buku ini. Betapa makhluk yang bernama lelaki itu bisa seenak perutnya memaksakan kehendak mereka atas perempuan. Rasanya ingin sekali membalaskan sakit hati Souad pada para lelaki itu, pada sistim yang menempatkan perempuan di posisi yang sangat lemah. Buat saya novel ini punya alur yang tidak bertele-tele sehingga saya nyaman membacanya. Dan selalu saja buku yang berisi testimoni menarik untuk dibaca tak terkecuali buku ini. Bagi orang yang sangat mendukung kesetaraan gender seperti saya pengakuan Souad benar-benar membuat hati saya teriris sekaligus kagum; saya tidak menemukan satupun kalimat keras yang menyiratkan dendam Souad pada kakak iparnya yang telah membakarnya hidup-hidup.

Souad memang tidak bisa memilih di mana dan dari ibu mana dia dilahirkan tapi dia beruntung masih bisa memilih kehidupan mana yang akan ditempuhnya. Souad, perempuan luar biasa yang mampu mengusir kesumat dari dalam hatinya dengan cinta seperti matahari memudarkan wangi melati dengan sinarnya.

Judul Buku: Burned Alive
Penerjemah: Khairil Azhar
Penerbit: Pustaka Alvabet
Harga: Rp. 35.000

26 February 2007

S.O.S

Lagi ndak enak bodi.... :-(

20 February 2007

Mari mulai nguli berbisnis

foto diambil dari sini

Bukannya tidak percaya atau meremehkan buku-buku motivasi macam Rich Dad Poor Dad dan semacamnya, tapi karena saya selalu gagal berbisnis, saya jadi ogah membaca buku-buku beginian. Mending baca novel. Alasannya kita tidak bisa meniru kesuksesan seseorang (baca: nasib baik), yang bisa kita tiru cuma usahanya saja. Soal hasil itu sepenuhnya urusan Yang Di Atas. Masalahnya, ketika kita membaca buku-buku itu, harapan kita, hasil yang kita dapat dari usaha kita –dengan mengikuti petunjuk buku- akan sama atau paling tidak mendekati hasil yang dicontohkan dalam buku. Kenyataannya? 2 kali saya mencoba memraktekkan tips sukses berbisnis selalu saja gagal (baru dua kali udah keok he..he..).

Tapi buku karangan Lisa Rogak ini sempat membuat tangan saya meraihnya. Iseng aja. Di halaman daftar isi saya lihat satu persatu, barang kali ada pekerjaan yang tidak saya kenal. Tapi ternyata hampir semua jenis pekerjaan yang terteta di situ saya kenal, atau paling tidak dari judulnya saya bisa meraba. Ada 100 pilihan pekerjaan yang bisa anda pilih. Tiap-tiap pekerjaan dilengkapi dengan deskripsi, alasan mengapa pekerjaan ini layak dicoba, investasi yang dibutuhkan, informasi lebih lanjut ttg bisnis tsb. Kuncinya pilih pekerjaan yang 100% menyenangkan.

Mata saya lalu terhenti pada tulisan 'Tukang Bangunan' (hal 118).Wah ini pasti tukang bangunan yang ngga biasa, begitu pikir saya.

Saya buka halaman 118 dan inilah yang saya temui:

Tukang bangunan
Deskripsi bisnis: sebuah jasa di mana para pekerja menyusun batu untuk membuat tembok dan lantai
Ketrampilan yg dibutuhkan: ketahanan dan kekuatan fisik dan kecermatan penempatan dan detail.
Tukang banguan tenan jebule. Benar-benar tanpa resiko, paling banter kulit item karena terbakar.

Lalu saya kembali lagi ke halaman index. Ketemu ini: Membersihkan jendela (hal 90). Saya buka halamannya, sambil menduga-duga, jangan-jangan kayak tukang bangunan tadi. dan inilah yang saya temukan.

Membersihkan Jendela

Deskripsi Bisnis: tugasnya membersihkan jendela bagian luar dan dalam. Untuk kantor dan pemukiman.
Ketrampilan yang dibutuhkan: ketelitian, berorientasi kesempurnaan dan memiliki kekuatan dan yg pasti tidak takut ketinggian. (Bisnis ini bisa cepat menghasilkan dan tanpa resiko terutama kalau anda sendiri yang menjadi tenaga pembersihnya ).

Saya ndak melanjutkan membaca buku ini, pemiliknya sudah ada di depan saya sambil berkacak pinggang karena saya meminjamnya tanpa ijin he..he..










16 February 2007

Selingkuh? Ayo, siapa takut.

India's National Commission for Women (NCW) has proposed that adultery by a married man should be considered as social offense and not criminal offense. Surprisingly women are excluded. Woman involved in illicit relationship with a married man should be considered as victim than a wrongdoer .

Begitu pesan offline yang ditinggalkan teman maya di YM saya kemarin (14 feb 2007). Di akhir kalimat dia juga menanyakan kondisi di Indonesia dan pendapat saya.

Saya jadi bertanya2 apa motif dibalik proposal itu (weleh). Sungguh saya ndak habis pikir, bagaimana mungkin perselingkuhan tidak dianggap sebagai tindakan kriminal. Kalau iya proposal itu disetujui dan dijadikan UU, enak dong para lelaki itu, ngga ada sanksi hukum kalau mereka berselingkuh.

Menurut teman saya itu, hari itu masalah tsb dibicarakan di hampir seluruh koran terbitan ibukota India. Beberapa informasi di sini sebenarnya menarik dan bisa menjawab pertanyaan mengapa harus ada proposal semacam itu, tapi karena keterbatasan waktu dan kemampuan berbahasa, saya cuma sempat membuka tanpa sempat membaca.

Saya jadi ingat novel Burned Alive, yang menceritakan bagaimana menderitanya terlahir sebagai wanita di sebuah desa di Tepi Barat. Mereka tidak lebih berharga dari hewan. Tidak ada istilah bermain dimasa kanak-kanak mereka. Hari-hari anak perempuan di sana hanya berisi bekerja dan disiksa setiap hari. Perempuan berselingkuh? Mati imbalannya. Salah satunya dengan cara dibakar hidup-hidup seperti yang diceritakan di novel itu. Jadi kondisi perempuan disana -menurut novel itu- memang -bisa dibilang- samasekali tanpa perlindungan.

Kembali ke proposal tadi, saya jadi tertarik mengetahui seberapa beratkah hukuman bagi pria berselingkuh sampai-sampai NCW mengusulkan pelakunya dianggap sebagai pelanggar etika saja bukan pelanggar hukum (denger-denger sih katanya 5 th penjara), dan sudah sedemikian parahkah hukuman bagi wanita pezinah, sehingga mereka perlu melindungi mereka dgn menganggap para wanita peselingkuh itu hanya korban, bukan pelaku kesalahan? (wah enak banget dong, ayooo rame-rame selingkuh..).

Mungkin temen-temen yang sekarang sedang belajar di India bisa memberikan pencerahan (kalo bisa dalam bahasa Indonesia saja).

14 February 2007

Coto de Kikil

Berbekal pengetahuan bisnis yang –menurut saya- sudah ndak kalah ama Hermawan Kartajaya, 2 tahun lalu saya mencoba-coba membuka lapangan kerja. Buka warung. Yang dijual? Soto kikil bikinan mama tercintah. Ide ini bukan murni ide saya, tapi ide teman2 yang mengaku kalo soto kikil bikinan mama saya katanya weenak banget.

Modal saya waktu itu cuma uang sekitar 5 jutaan dan sedikit pengetahuan tentang 4P (Place, Product, Price, Promotion, mbuh urutane bener opo ndak). Dengan gagah saya langsung ke P yang pertama. Nyari tempat. Dapet. Warungnya kecil, ukuran 3 kali 3. Setelah renovasi sana-sini dengan berbagai pertimbangan bisnis macem-macem, bahkan soal warna pun dibahas secara detil, bagaimana supaya eye catching, berkesan bersih dll., dsb.

Lalu ke P yang ke dua. Product. Hubungin mama, njelasin sistim kerjanya. Soal tanggung jawabnya dan segala macem. Dasar doyan masak, doi seneng-seneng aja, asal ada yang bantu katanya. Beres, Ma!

P yang ketiga. Masih melibatkan mama, karena dia yang tahu cost untuk membuat sepanci soto kikil. Akhirnya sepakat harga permangkok dijual Rp. 5000, soalnya melayani pegawai negri yang lokasi kantornya di sekitar warung.

Nah sekarang P yang ke 4. Pesan neon sign dan spanduk. Wah pokoknya waktu semangat kita 45 banget dah. Terbayang sukses di depan mata. Soalnya kita buka warung pake ilmunya Hermawan Kartajaya (maaf cuma nama ini yg saya kenal he..he..). Terus terang waktu itu kita agak memandang sebelah mata pada warung-warung yang lebih dulu ada: Soto Cak Miskun, Kikil Wak Jo, Warung Yu Mi, Nasi Goreng Cak To dll. Saya merasa bisnis warung saya lebih well prepared. Sampe di tahap ini saya dan suami sibuk banget dah pokoknya, pulang kerja, di sela2 kerja selalu ngomongin soal warung. Anak-anak sampe bingung. Si sulung juga sempet nanya,

Sulung: Ma, Papa mau brenti kerja tah?
Aku : Iya, kenapa? (tak buju’i de’e)
Sulung: Trus mau jualan kikil tah?
Aku : Iya.
Sulung: Halah Maaa. Trus aku gimana?
Aku : Apanya yang gimana?
Sulung: Aku kan malu. (dia sangat bangga pada profesi papanya yang wartawan meski cuma koran lokal. Apalagi kalo poto papanya muncul di koran, dia seneng banget)
Aku : Kenapa?
Sulung: Nanti kalo ngisi formulir aku nulisnya gimana? Mosok penjual kikil, kan malu Ma.. (dasar anak-anak, dari pada jadi wartawan bodrek alias wartawan amplop kan masih terhormat jadi penjual kikil toh, Leee)

Akhirnya tibalah saat soft opening warung. Sebar-sebar leaflet alias selebaran potokpian lengkap dengan potongan kupon beli 2 gratis satu, saya lakukan, dengan mengerahkan tenaga suami dan saya sendiri, serta satu orang gajian (wwuiiih nggethu yoooo..hahahaha. Jadi pingin ketawa kalo inget waktu itu). Teman-teman yang sebelumnya sudah saya undang lewat SMS mulai datang. Lumayan lah, warung jadi semarak. Kayaknya rame gitu, padahal mereka cuman undangan yang makannya gratis ha..ha.. tapi ndak pa-pa lah, kan memang memang harus ada ongkos promosi, ato apa lah namanya.

Hari kedua, ketiga masih bertahan, meskipun dagangan ngga selalu habis. Hari ke 4 mama mulai mengurangi produksi. Dari yang sepanci gede jadi sepanci kecil. Yang jaga warung mulai ngeluh2, katanya ngantuk jaga warung, soalnya yang beli jarang2. Aku yo heran, wong kikil wenak ngene kok ra eneng sing tuku toh? Ada sih yg beli tapi mereka bukan repetitive buyer. Mungkin mereka baru balik lagi seminggu atau 2 minggu atau bisa saja sebulan kemudian.

Lha terus selama menunggu mereka kembali, siapa yang akan beli. Mosok aku terus2an berdiri di lampu merah mbagi-bagi selebaran. Emang ndak ada kerjaan laen. Plis deeeeh. Akhirnya saya baru sadar, orang-orang seperti Cak Miskun Yu Mi dan Cak To dan Wak Jo dkk itu lebih tough dari saya. Mereka mencurahkan seluruh pikirannya hanya untuk warungnya, jadi mereka akan berusaha sampai titik darah penghabisan untuk mempertahankan warungnya. Sementara saya, buka warung cuma untuk gagah-gagahan eksperimen sambil memamerkan mempraktekkan ilmu marketing dan bisnis saya yang ndak seberapa itu. Akhirnya genap satu bulan setelah soft opening, tepatnya sehari setelah saya memenuhi pesanan untuk sebuah acara di sebuah kantor di sekitar warung saya, warung soto kikil saya tutup.

Saya lalu mencoba merenung mencari penyebab lain kegagalan saya, selain karena kuran total. Akhirnya saya temukan jawabannya. Saya berbisnis bukan murni ingin membuka peluang kerja, tapi ingin mengeruk untung sebanyak2nya. Karena dari beberapa teman, saya tahu berjualan makanan bisa mendapat laba 100% lebih. Tuhan memang sudah menakar rejeki untuk masing-masing umatNya. Dan saya merasa beruntung telah diingatkanNya untuk tidak serakah *sok-wise-mode-on*.

Dengan terpaksa saya mengembalikan pegawai saya yg cuma 1 orang ke profesi aslinya, pengangguran. Yaaahh memang saya ndak ditakdirkan jadi wiraswastawati kali. Nasiiiib jadi orang gajian teruuuussssss… Salut buat pedagang kaki lima yang kucing-kucingan sama kamtib. Maju terus pantang mundur!!

11 February 2007

The Late Anna...

Foto diambil dari sini



Tidak banyak yang saya tahu tentang Anna Nicole Smith (soale pancen dudu koncone). Yang saya tahu tentang dia hanya bahwa dia pernah jadi covernya Playboy, meski saya belum pernah liat majalahnya (maksutnya yg covernya Anna tok yang ndak saya liat he…he..).

Hari ini (Sabtu, 10 February, 2007) ndak cuma stasiun tv ini yang menyiarkan berita ttg Anna lewat The Hollywood Story, bahkan CNN pun lewat acara Larry King Live membahas kematian bintang sensaional itu. Wuaaahhh benar-benar sensasional, mungkin Anna tersenyum di alam sana, melihat masyarakat begitu heboh membicarakan kematiannya.

DR Cyril Wech seorang ahli forensik juga diundang di acara Larry King Live untuk memberikan pendapatnya (sayang aku ra ngerti sing diomongke, dadi cuma ndlahom.com).

Kaget juga ketika pertama kali membaca berita tentang kematiannya yang tragis. Tidak hanya akhir hidupnya yang tragis, perjalanan hidupnyapun sungguh membuat banyak orang -terutama yang mengklaim dirinya sebagai orang baik-baik- geleng kepala. Gimana ngga geleng2 kepala, Anna sudah menikah ketika umur 16 tahun, punya anak lalu 2 tahun kemudian bercerai. Kemudian diusia 26 dia menikah dengan seorang yang lebih pantas menjadi kakeknya. Setahun setelah pernikahannya itu, suami bangkotannya meninggal dunia dan Anna dihadapkan pada masalah rebutan harta waris dengan anak tirinya. Sampe sekarang belum kelar.

Ngga cuma itu, sampai saat kematiannya Anna belum memberikan kepastian pada publik tentang siapa bapak dari anak perempuan yg berusia 5 bulan Dannielynn Smith. Larry Birkhead dan Howard K Stern sama-sama ngotot mengaku ayah si bayi (sampeyan mau ikut ngotot? Monggo, lumayan kan numpang ngetop he..he..). Harusnya tgl 21 Februari nanti Anna harus memberikan kepastian siapa ayah bayinya lewat tes DNA, meskipun di akta kelahirannya, katanya, tertulis nama Howard sebagai ayahnya. Tapi nasib berkata lain, maut keburu menjemput. Anna menyusul anak sulungnya yang tewas 10 September tahun lalu karena overdosis. Kematiannya masih dalam penyelidikan sampai saat ini.

So what should I say? Poor Anna or poor baby?

Ato gini aja: Anna, send my best regards to Marilyn Monroe..

08 February 2007

Bubur Sengkolo

Foto by Rudi Sujanto. Diambil tanpa ijin

Namanya Bubur Sengkolo. Nenek saya dulu bikin bubur ini untuk menolak balak (bencana). Bahannya dari tepung beras, santan gula dan pewarna bangjoningtireng, abang ijo kuning putih ireng (merah, hijau, kuning, putih hitam). Biasanya setelah matang bubur dibagi-bagikan ke tetangga, dengan harapan mereka yang menerima bubur ikut mendoakan keselamatan pemberinya. Cara menyajikannya bisa dengan cara disusun atau bisa juga dipisah-pisah. Warga Jakarta mungkin perlu juga bikin bubur kayak gini, sambil berdoa mudah2an banjir ngga datang lagi he..he.. Paling ngga kalo seluruh warga Jakarta bikin bubur kayak gini di hari yg bersamaan, banjirnya bukan banjir air lagi, tapi banjir lumpur eh bubur ding he..he..


07 February 2007

Ciliwung.....

Ciliwung th 1872. Foto diambli dari sini


Jakarta kaline banjir, ojo sumelang ra dipikir...


Mudah-mudahan Waljinah ndak marah Semarang nya saya ganti Jakarta. Tapi apa ya kita masih bisa ojo sumelang kalo korban meninggal sampai hari ini sudah 29 orang, hanya karena Ciliwung banjir.

Kalau kita melihat sungai-sungai yang ada di berbagai negara (negara maju tentu saja), banyak yang bisa dimanfaatkan dari situ. Sungai Thames misalnya: kita bisa melihat Istana Westminster beserta menara jam legendaris, Big Ben. Selain itu dengan feri orang bisa melihat Tower Bridge, jembatan dengan dua menara klasik yang dibangun pada abad ke-19. Belum lagi bangunan-bangunan klasik lainnya, termasuk Tower of London, bisa disaksikan dengan menyusuri Sungai Thames.

Atau sungai Potomac misalnya, meskipun tidak seindah sungai Thamess, tapi sungai ini tidak pernah marah pada warga Washington DC. Airnya tidak pernah meluber bahkan di saat awal musim semi pun, saat salju mulai mencair. Atau sungai-sungai di Venesia yang begitu romantis bagi mereka yang berasyik masyuk di atas gondola. Hmmmm…I wish I could be there..

Lalu, bagaimana dengan Ciliwung? Ah sampeyan mbok jangan ngenyeeek. Mosok mbandingin Ciliwung sama sungai Thames. Yang bener aja. Lha kalo mau bandingin ya ama yang bagus sekalian. Bukankah untuk hal-hal yang positif kita harus melihat ke atas dan kayaknya bukan ngga mungkin sungai kita seperti sungai-sungai itu. Toh konsep megapolitan sudah di galang mantan gubernur DKI Ali Sadikin dulu. Gimana supaya sungainya ndak bikin banjir. Tapi kok ya ndak jalan juga sampe sekarang. Ah mbuh, saya ndak ngerti. Saya cuma bisa nggedabrus he..he..

Konon katanya dulu muara Ciliwung memungkinkan kapal-kapal dagang , perahu-perahu Melayu, Jepang, Cina dan berbagai ragam kapal dari sebelah timur masuk dan berlabuh dengan aman. Airnya tidak berlumpur dan penuh endapan seperti sekarang. Kapal-kapal yang singgah dulu bahkan bisa mengambil airnya untuk mengisi botol dan guci mereka sebagai persediaan untuk pelayaran. Dulu, muara Ciliwung juga jadi tempat hiburan warga Belanda, termasuk muda-mudi yang tengah kasmaran menyanyi dan bermain gitar di perahu-perahu, persis seperti di Venesia. Lengkapnya ttg Ciliwung tempoe doeloe bisa dibaca di sini

Ciliwung sekarang beda dengan yang dulu. Sekarang Ciliwung ringkih, suka muntah-muntah kalo kena hujan sedikit aja. Yaaahh mudah-mudahan saja, Ciliwung ndak muntah lagi, soalnya menurut BMG katanya puncak hujan tertinggi akan terjadi akhir Februari dan Jakarta masih berpotensi hujan lebat. Maaf bukan nakut-nakuti, tapi sebaiknya mulai belajar berenang atau siapkan selalu pelampung di rumah.

Foto diambil dari sini, sini dan sini

04 February 2007

Lain di kuping lain di mulut

“Ma..Ma..mosok bunyi senapan kok bang..bang..bang..emange bang-bang tut? Kan mestinya dor..dor..dor?"


Buat anak usia 7 tahun yang tidak begitu familiar terhadap Bahasa Inggris, istilah bang, bang, bang untuk menggambarkan bunyi senapan sangat tidak bisa dimengerti.

Ngga berhenti sampai disitu, di komik-komik yang saya baca terutama komik (kalo ndak salah) Batman ato Superman, sering saya jumpai istilah yang aneh buat saya. Misalnya saja ketika superhero kesayangan saya itu sedang menghajar para penjahat harusnya bunyi yang keluar adalah buk, braaak, klontang, glodag, kreeek dll dll. Tapi yang ditulis di komik itu kok pow, crunch, wham , yang kalo dicari di kamus ndak ada. Maklum kamusnya cuma 100 ribu kata. Ibu saya juga ndak bisa njawab waktu saya tanya kenapa kalo orang inggris berantem bunyinya beda dengan orang Indonesia. Maklum, wong ndeso. Beliau juga ndak bisa njawab waktu saya tanya kenapa bunyi bel kalo dalam bahasa Inggris jadi ting a ling a ling kok ngga teng-teng-teng. Perasaan bunyinya lebih mirip teng-teng-teng deh daripada ting a ling a ling. Kalau bunyi anjing masih bisa lah ditolerir mereka menyebutnya woof..woof..woof.. bukankah memang seperti itu bunyinya kalau mereka habis berlari-lari?

Setelah sekian puluh tahun dan mulai akrab dengan internet saya baru tahu itu namanya onomatopoeia . Buat saya, ini semakin melengkapi arti peribahasa: lain ladang lain belalang, ternyata ndak cuma bahasa yang berbeda tapi pendengaranpun juga berbeda. Atau karena perbedaan bahasa itu maka terjadi perbedaan dalam menerjemahkan bunyi ke dalam tulisan. Ah mbuh lah. Biar yang lebih pinter yang njelasin bagaimana suara-suara binatang dalam berbagai bahasa.

Tapi ada satu yang ingin sekali saya tahu. Bagaimana suara kentut dalam berbagai bahasa? he..he.. Ada yang tahu?