31 December 2006

HUJAN-HUJANAN

Bagi sebagian orang kehujanan mungkin jadi pengalaman yang sangat tidak menyenangkan. Apalagi kalau kehujanan pada saat dandanan masih rapi. Sumpah serapah tak jarang muncul pada saat karunia Tuhan sedang tercurah seperti ini. Manusia memang mau enaknya sendiri. Kalau bisa dia yang ngatur kapan hujan turun, kapan matahari bersinar. Wenaaak tenaaaannn dadi tuhan, gitu kali ya.. (Jadi inget film Bruce Almighty..I Got The Power!!!). Tapi bagi saya kehujanan merupakan saat yang paling ditunggu-tunggu. Paling tidak sampai tadi malam.

Surabaya di guyur hujansejak siang sampai malam. Dalam hati saya berdoa mudah-mudahan hujan terus turun sampai saya pulang kantor. Selama ini setiap turun hujan, kalau tidak sedang dalam angkot, di rumah, ya di kantor. Jadi ngga ada kesempatan buat hujan-hujanan dan memakai jas hujan baru saya. Sudah sebulan lebih saya menunggu saat memakai pakaian kebesaran ini. Ingin menikmati diciprati air hujan. Ingin menikmati dinginnya diguyur air hujan, soalnya ngga mungkin kan lari-lari di depan rumah cuma pake CD doang he..he.. (bisa melotot mata Pak RT ku melihat bodiku yg seksi ini kikikik). Dan akhirnya saat itupun tiba. Huajn tlah tiba..hujan tlah tiba (dinyanyikan seperti lagunya Tasya Libur tlah Tiba). Aku hujan-hujanaaaaannnn...



Keterangan gambar:
Lokasi: rumah lengang Christie
Kostum: Girogiro Armani
Sepatu: Manollo Blantik (maaf tidak tampak di gambar)
Make Up: Peter F Semirang
Fotografer: Darwis Dardurung

25 December 2006

NGISIN-NGISINIIIII

Meskipun sudah berulangkali dirugikan oleh sikap ceroboh saya, tapi saya tetap tidak pernah kapok bersikap ceroboh, menganggap remeh sesuatu. Yang terakhir saya alami hari Sabtu kemarin. Teman saya menikah. Undangannya sudah saya terima kira-kira 5 hari sebelumnya. Setelah saya lihat tanggal, jam dan tempatnya, saya tutup undangan itu dan membiarkannya tergeletak di meja bercampur dengan koran dan majalah.

Ketika tiba hari H, tanpa melihat lagi undangan yang sudah tenggelam di tumpukan koran dan majalah, kami langsung berangkat menuju pesta. Begitu sampai di sana, saya langsung mengisi buku tamu memasukkan amplop ke dalam rumah-rumahan (mboh opo jenenge iku), lalu melangkah masuk gedung. Tapi di ambang pintu saya jadi ragu, nama pengantin yang ditempel di pintu kok bukan nama temanku ya? Lalu saya kembali lagi ke mbak-mbak penerima tamu tadi. Saya tanyakan nama lengkap pengantinnya. Ternyata nama yang disebutkan mbak itu bukan nama yang kukenal. Segera saya teringat sebaris kata yang tertera di undangan teman saya, tempat: Pool Side. Ya, tempatnya di pool side bukan di dalam gedung. Waduh gimana nih, amplopnya sudah kadung dimasukkan ke rumah-rumahan itu. Diminta lagi, ngga ya? Saya bingung.

*)Daripada malu akhirnya saya masuk aja ke dalam, bergabung dengan tamu-tamu yang lain dan berlagak pilon. Dalam hati saya berucap: wah gimana nih, ngga jadi dateng ke pesta temenku dong. Lha wong amplope cuma siji. Mosok yo di lobokno mudho ngono, gak atek amplop. Sambil makan, saya mikir buat nyari amplop ato apa aja yg bisa buat mbungkus duit. Untungnya waiternya ada yg baik, saya di berinya amplop satu. jadinya, hari itu saya buwu ke 2 tempat. Waduuuh tanggal tuweeekkk, tambah entek duitku..
(iki versi mbujuk)

(yang ini versi non fiksi)

Untungnya ada perempuan sepuh (mungkin kerabat sang pengantin) yang menangkap kebingungan saya. Katanya:

+ Kenapa mbak?
- Hhhmmm anu ..saya salah, Bu. Pesta teman saya ternyata di pool side, bukan disini. Maaf..
+ Oooh mboten nopo-nopo, diambil saja lagi. Ndak pa-pa..
- Trimakasih bu, maaf…


Lalu dengan muka agak ditekuk, mbak penerima tamu tadi membuka rumah-rumahan tadi dan mengambil amplop saya..(untuuung ada ibu itu, coba kalo ngga, rugi dooong gueee he..he..). Untunge omah-omahan iku gak dikunci (soalnya biasanya kan dikunci dan kuncinya dibawa yang punya hajat). Untungnya lagi tamu yang datang bersama saya tidak banyak jadi mbak penerima tamu itu masih mau mencarikan amplop saya sing isine duit dollar (hehe sing iki mbujuk ). Untungnya (maneh), amplopnya saya kasih nama di luar, biasanya saya masukkan kartu nama di dalamnya, tapi berhubung kartunama lagi habis, akhirnya identitas saya tulis di luar. Untung yang berikutnya adalah saya belum makan jadi ndak malu ngambil amplop saya lagi (ndak malu apa ndak punya malu? hihihi..Lapo isin wong aku gak korupsi kok, gak ngrampok kok, sing korupsi ae malah gak isin blas.. he..he.. bela diri kiii, padahal asline peliiiitt).

21 December 2006

KECELE

Alasan utamanya adalah: mau berhemat. Makanya ketika seseorang menawarkan saya untuk menggunakan kartu yang nelpon kemana aja taripnya sama aja saya oke-oke aja. Apalagi teman sekantor dan suami juga sodara-sodara yang sering saya telpon juga banyak yang make kartu ini. Karena apply nya kolektif maka tanpa menunggu waktu lama, kartu saya diantar ke kantor. Saking napsunya, saya langsung tebarkan pengumuman lewat sms (dengan nomer lama) bahwa mulai saat itu nomor saya ganti.

Tapi apa lacur (kalimat iki maksute opo yo sa'jane? he..he) ketika saya aktifkan, kartunya error!! Setelah tanya sana-tanya sini ternyata sudah dipakai orang lain!! (Kok bisa seeeeh Maaaassss). Anda bisa bayangkan berapa kerugian yang saya derita dengan mengirim sms (yg ahkirnya mubazir itu) ke ribuan (hiperbola nih) penggemar he..he.. Belum kerugian immaterial berupa: malu!!

Setelah saya laporkan kejadian di atas, saya lalu diberi nomor baru dan jalan. Tapi ternyata ujian kesabaran belum selesai. Untuk mengaktifkan GPRS nya butuh waktu 2 x 24 jam. Duh Lama banget sih!! Tapi oke lah saya tunggu. 2 hari berlalu, dengan tidak sabar saya coba layanan itu. Ternyata koneksinya sangat buruk. Tidak pernah bisa lebih dari 5 menit selalu putus. Rrrrrgggghhhh.. Kudu misuh ae reeeek. MISUUUUUH !!! (Kayaknya lebih lego kalo misuhnya pake yg hurup depannya J kali ya he..he..). Kalo komplain, jawabannya klise: lagi ada penambahan kapasitas lah, ada perbaikan lah dll, dsb. dst. Misuuuuh (maneh)

Sekarang saya sedang dalam penantiaan terakhir, setelah komplen berkali-kali ngga ada hasil. Katanya saya disuruh nunggu 3 x 24 jam (biyuh..biyuuuh..) . Nek sik pancet putus-putus GPRS e, wes tak putus ae. Daripada misuh-misuh terus?

13 December 2006

WALAAAH KALAH LAGIIII

Kageeet plus marah plus kecewa baca berita ini. Kecewa karena ini bukan yang pertama kali terjadi. Sebelumnya kita sudah kalah mematenkan tempe, rendang, batik dan mungkin masih ada sederet kekayaan lain milik kita yang justru dipatenkan negara lain.

Lha piye toh, wong jelas-jelas kita yang menciptakan tempe, kok yo di aku-aku sama wong Jepang. Dia yang kurang ajar ato kita yang lalai. Saya kok condong ke yang terakhir. Ya kita kita yang lengah kalo ngga boleh dibilang bego. Udah kalah memperebutkan tempe harusnya kita waspada dong. Sebagai pemilik negara yang gemah ripah loh jinawi sudah seharusnya orang-orang Deperindag ato siapa lah yang bertanggung jawab, waspada jangan sampai hal yang sama terulang lagi.

Tapi nyatanya kejadian lagi kan. Coba bayangkan masa untuk jualan kunyit aja kita mesti minta ijin sama Jepang? Walaaaah mesakno tenan Yu Marti langganan jamu sing isuk-isuk mesti mampir nang omah. Bisa-bisa gak bisa jualan jamu lagi sampeyan Yu....

09 December 2006

MAU JADI APA?

Kalo ada reinkarnasi, kamu pilih jadi apa? Laki ato perempuan. Temen saya langsung jawab lantang: Laki-laki. Kenapa? Soale dadi wong lanang iku enak. Iso sak kareppe dewe. Iso mblakrak, gak onok sing protes. Masio doyan wedok, gak onok sing ngilokno. Bisa punya istri lebih dari satu. Wes poko'e wenak tenan dadi wong lanang!!! Coba aja liat, suami selingkuh bukannya digugat cerai malah didampingi minta maaf di depan pers! Wuih, jiannn istri idaman, berbakti pada suami (gak tau di belakang, abis lempar-lempar piring kali he..he..).

Ada lagi yang minta ijin kawin lagi soalnya sering tugas keluar kota, bininya gak bisa di ajak. Gimana bisa diajak, lha wong anake sak renteng. Kalo ikut suami, siapa yang jaga anak-anak? (Ato jangan-jangan emang sengaja bininya dikasih banyak anak supaya ngga bisa diajak ke luar kota he..he.., suudzon iki..) Makanya, sang suami nyari 'penjaga' yg bisa ngurusin kalo dia lagi keluar kota. Sekali lagi jadi laki-laki itu wenaaaaakkk, bisa punya bini di berbagai kota.

Mau contoh lain? Coba sampeyan yang perempuan main laki-laki, apa kata orang? Dasar perempuan gatel, murahan, binal dll. Tapi coba kalo sebaliknya, paling banter komentarnya cuman gini: ya wajar lah laki-laki. Sukur-sukur bukan bininya yang disalahkan; abis bininya sih gak bisa ngeladeni, ya gitu lah suaminya kelayapan. Weleh, kita lagi yang salah. Sekali lagi wenaaak tenan dadi wong lanang isok selingkuh sana selingkuh sini...

Makanya mbesok kalo ada tawaran; mau jadi apa kau kalau dilahirkan kembali. Aku akan dengan lantang menjawab: MAU JADI LAKI-LAKI!!! Bukan mau jadi jahanam tapi cuma buat cari senang ha..ha.. ngutip Pingkan Mambo nih.

Kalo ngga kuat poligami minimal bisa menikmati polipantai laaahhh..

04 December 2006

DARI PORONG....

Kalau usaha terakhir penanganan lumpur gagal, kajian BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Tehnologi) semburan baru akan mereda setelah tigapuluh satu tahun. Artinya bukan hanya Sidoarjo yang tenggelam, tapi juga Surabaya. Duh..Gusti..ampuni dosa kami...

Kemarin saya dan suami jalan-jalan ke Porong. Memang sengaja jalan-jalan, ke rumah teman sambil melihat sendiri bagaimana keadaan disana. Harusnya banyak yang bisa saya potret, tapi suami melarang saya.

Bojo: kamu bukan sedang dalam tugas jurnalistik. Ini bukan main-main. Ini bencana. Bukannya prihatin, malah poto-poto.

Aku: nek ngono kartu pers mu tok no. Bilang aja mau liputan.

Bojo: Itu bohong namanya.

Aku: ya jangan bohong lho.

Bojo: maksutmu, aku mbok kongkon nulis ngono tah? Iku jenengi nambahi kerjaan. Gak usah. Tujuannya tadi bukan untuk ini.

Aku: yo wes, nek ngono aku pake kartuku ae. (pancet ngeyel)

Bojo: sudahlah, kamu kan tidak sedang bertugas. Itu bohong namanya. Untuk apa sih? Akan lebih baik kalau kamu memberikan bantuan untuk mereka.

Aku: bantuan? Gak kliru tah Mas. Mereka itu bukan orang miskin. Ganti ruginya gede.

Bojo: Ngga semuanya begitu. Kalaupun memang iya, sekarang mereka sedang menderita

Ya.. memang tidak sepantasnya saya poto-poto kalo hanya untuk kepentingan blog dan memang bukan untuk itu tujuan saya kesana. Untung ada yang mengingatkan, dan mudah2an dia ngga bosan mengingatkan istrinya yang sering mbeller, sembrono, pemalas, boros, cerewet dan gak becus masak ini. Pendek kata dari tiga 'ur', dapur-sumur-kasur, saya cuma hebat di yang terakhir, itupun subyektif. Maksutnya kalau sudah di kasur saya pasti langsung ngorok he..he.. Makanya daripada berantem, saya milih nurut (bukan ngalah, karena ngga biasa ngalah. Maunya ngalahin terusssss) aja.

Jadi inilah hasil jalan-jalan saya kemarin.


Lokasi toko ini ada di Jalan Raya Porong. Pemiliknya, Ibu Rahmawati mengaku sejak jalan di depan tokonya macet, omzet tokonya menurun drastis. Sekarang, beliau tidak lagi menambah stok barang tapi hanya menghabiskan barang yang ada. Suaminya yang pernah menjadi sales dan sedikit tahu ilmu marketing berusaha menarik pembeli dengan memasang spanduk ini di depan tokonya. Ketika ditanya tentang mengungsi, Rahmawati menjawab ngga ada persiapan sama sekali. "Saya sih pasrah aja, Mbak," katanya sambil tersenyum. Padahal desa Siring di sebelah tempatnya tinggal sudah dalam keadaan seperti dibawah ini.




Jalanan di depan toko Cendrawasih milik Rahmawati memang macet total. Itu yang menyebabkan tokonya sepi pembeli. Panas matahari yang menyengat dan asap dari kendaraan yang terjebak kemacetan membuat saya sulit mendapatkan udara segar bahkan untuk sekedar berteduhpun sulit sekali. Kolong jembatan tol yang sering dijadikan lahan berjualan pun sekarang jadi tidak aman, bahkan untuk sekedar berteduh sekalipun. Karena jembatan bisa runtuh sewaktu-waktu. Kata Surbakti Syukur, Kepala Cabang Tol Surabaya-Gempol, terjadi pergeseran dudukan jembatan dan tumpuan jembatan 6 cm terpantau sejak 9 Oktober lalu (Kompas, 2 Desember 2006)



Sekarang jalan tolnya bisa dilewati sepeda motor lho....



Enam ratus meter lagi...



Karena masih ada acara ngajak anak-anak berenang, akhirnya kami pulang. Siangnya kita jalan-jalan ke tempat yang menyenangkan. Ini poto jagoan saya yang nomer satu, Reza.



Sayangnya di acara yang menyenangkan ini, kacamata kesayangan dan satu-satunya milik saya hilang. Hiks..

30 November 2006

TAMU-TAMU KECIL

Hari ini kantor saya kedatangan tamu-tamu kecil yang lucu-lucu. Meskipun kemriyek (maklum anak TK) tapi seneng juga liat mereka. Coba aja liat gimana gaya mereka di depan saya. Ada yang ngomong sendiri di depan mik (yang ini pake bahasa Inggris) ada yg minta diputerin lagu SMS (weleh, kok yo ngerti ngono lho, jiiaaan hebat tenan lagu iki) sampe yang teriak-teriak semua jadi satu. Gurune sampek bingung melok bengok-bengok pisan.


Melihat mereka saya jadi inget sama si Elan di rumah. Kalau anak-anak ini 20 orang didampingi 3 orang guru, sekolah anakku lebih hebat. Satu guru untuk 40 murid. Hebat toh. Makanya anakku tenang-tenang aja kalo ngga bikin pe er. Gurunya ngga akan cerewet.

Sebentar lagi musin hujan, si Elan seneng banget, soalnya kalo musim ujan gini, sekolahnya sering libur karena air hujan ngga hanya netes dari atas genteng yang bocor tapi juga masuk dari bawah alias banjir. Trus yang paling kasian, dia ngga mau sarapan pagi soalnya takut kebelet BAB. Katanya WC nya kotor, jadi dia jijik. Weleh, mesakno tenan kowe Le... Trus kalo gini, sapa yang salah.

Ya salahku lah, masa salah gurunya. Sudah tahu sekolahnya kayak gitu, kenapa juga menyekolahkan anak disitu. Lha, mampunya cuma segitu e.. Berarti siapa dong yang salah? Kantorku be'e yo. Kenapa ngga ngasih saya gaji yang agak gedean dikit he..he.. biar saya bisa masukin anak saya ke sekolah yang sekelas isinya cuma sepuluh orang, gurunya 3 orang ato bahkan 5 orang. Uh..boro-boro... Cicilan sepeda motor aja blom lunas..

Tapi untungnya Tuhan sangat mengerti keadaan saya yang serba pas-pasan ini. Kami semua ngga pernah sakit!! Jadi ngga perlu keluar uang buat ke dokter dan beli obat. Alhamdulillaaaaah.. Sambil terus menghibur hati saya bilang sama Elan: Gak po-po Le, sekolahmu elek, sing penting sinau sing sregep. Pak Harto karo Pak SBY, biyen sekolahe nang ndeso kok yo iso dadi presiden, Ya toh?

25 November 2006

SEHAT ITU CANTIK

Saya yakin anda setuju dengan kalimat diatas. Secantik apapun seorang perempuan, kalau dia tidak sehat, kecantikannya akan memudar atau bahkan hilang. Seringkali kita menganggap kesehatan adalah sesuatu yang sudah selayaknya kita terima, tanpa perlu berusaha mendapat atau mempertahankannya.

Bagi mereka yang masih berusia dua puluhan, mungkin tidak perlu susah-susah berpantang, diet atau olah raga untuk mendapatkan kondisi tubuh yang prima. Tapi bagi mereka yang sudah diatas tigapuluhan, makan bukan hanya untuk mengenyangkan perut tapi juga -seharusnya- untuk menyehatkan tubuh. Makanya kemudian banyak yang menganut pola makan food-combining, vegeratian dll. Cara lain yang harus dilakukan supaya tubuh tetap sehat (atau sexy ya?) adalah dengan berolahraga. Ini penting terutama untuk mereka yang sudah pernah melahirkan, atau pernah hamil. Siapa juga sih yang mau punya perut gendut, pantat kendor dan lengan bergelambir. Belum lagi resiko meningkatnya penyakit kanker, jantung, dan diabetes untuk yang berperut gendut akibat lemak toksik (yang ini ngutip kata dokter).

Kalau boleh memilih, semua perempuan pasti milih body ala J-Lo, atau Janet Jackson ato siapa lah yang seksi-seksi. Tapi mereka itu kan ngga cuma makan tidur untuk punya body se oke itu. Itu yang ngga kita liat.

Mungkin gambar dibawah ini bisa memotivasi pembaca yang selalu malas berolah raga. Mereka rata-rata nerusia diatas 30 dan sudah emak-emak. Memang tidak sekencang perutnya Vena Melinda atau Viki Burky. Tapi masih oke kan?






Olahraga itu harus supaya kita tetap sehat. Kalau kita sehat, kita akan terlihat cantik dan segar. Itu untuk kita sendiri, bukan untuk siapa-siapa not even for husbands. Tapi kalau akhirnya para suami senang melihat istrinya sehat, cantik dan seksi, wah itu side efek...

Note: Terimakasih untuk teman-teman atas ijin pemuatan fotonya

22 November 2006

BELUT ELEK

Mumpung Mbak ini lagi pergi, saya akan ambil kaplingnya: nulis tentang makanan. Kalo selama ini Jeng ini, Jeng ini dan Jeng ini ini selalu teriak-teriak minta bebek, rawon, rujak cingur dlsb, saya mau kasih tahu satu lagi bahan teriakan. Namanya Pecel Belut Elek.

Biasanya pemilik usaha restoran akan membuat nama sebagus mungkin untuk menu di tempatnya tapi Haji Poer rupanya punya pikiran lain. Dia justru berusaha menarik perhatian orang untuk mencoba menu di warungnya dengan memberikan nama yang berkonotasi negatif: elek. Saya termasuk yang jadi korban. Karena sudah tahu nikmatnya belut goreng Haji Poer ini, saya coba memesannya dan ternyata memang enak. Menurut penjualnya (yang naujubila cuantiiik banget, istrinya kali), diberi nama elek karena tampilannya yang coklat (biasanya putih) dan warna coklat ini terbentuk karena ketika menggoreng, ditambahi saos Raja Rasa. Ini gambarnya, ngga sebagus hasil jepretannya Mas ini memang, tapi lumayan kan?



Pak Haji Poer memang hebat, kata suami saya yang rumahnya deket ama warungnya Pak Haji ini, beliau jualan sudah sejak 25 th yang lalu! Mulai dari warung kecil sampe sekarang (masih kecil siih tapi pelanggannya itu lho..). Kata mbak yg melayani saya kemaren, sehari Haji Poer bisa menghabiskan belut sampai 70 kg. Belutnya juga bukan belut biasa tapi belut tambak yang katanya lebih empuk dibanding belut sawah.

Nah, untuk Jeng-jeng yang pingin nyoba, kalau ke Surabaya coba mampir ke warung Haji Poer di Banyu Urip Bok Abang. Naik terus, sampe di lapangan bola, kalo blom keliatan, tanya deh ama tukang becak di sana, pasti mereka tau. Kalo tukang becaknya pura-pura ngga tahu coba ajak dia makan bareng, bilang mo ditraktir, pasti dia mau nunjukin. Ato kalo mau nyoba cabangnya yang di Sidoarjo, boleh. Alamatnya pokoknya di pertigaan RS Siti Hajar dan Matahari, tepatnya di ruko baru, yang pojok sendiri. He..he.. alamate gak jelas...

19 November 2006

TAZZZZ....MANIAA



Tugas dari Jeng ini memang ngga berat, tapi kalo ada pepatah you are what you eat, saya takut ada orang yang percaya pada pepatah lain yg bunyinya you are what you bring he..he.. Bisa-bisa mereka akan membaca aku dari isi tasku kan? Tapi ya wes biar aja.. mau jelek, mau bagus..I am what I am..(bener tah nulise?).

Yang jelas ada 2 benda yang tidak masuk dalam tas ku tapi ikutan nampang disini. penjelasannya nanti aja, sekarang kujelaskan yang ada dalam isi tas dulu. Eh tasnya dulu kali ya?

  1. Tas. Sebenarnya kuning bukan warna favoritku, (lagi pula aku ngga punya sepatu kuning buat di-mecing-in dengan tas ini dan aku tak peduli). Tapi waktu aku beli tas ini aku suka modelnya. Simple dan bisa muat banyak. Talinya ada 2 yang pendek ama yang panjang. Bahannya juga lembut, kata penjualnya sih dari kulit asli, (kulit pisng kali, kan kuning) ya aku sih percaya aja. Tapi ketika kutanya ternyata warna lain ngga ada. Setelah putar-putar kesana-kemari ngga ada yg cocok sementara kaki udah mulai pegel, akhirnya pilihan jatuh ke tas ini.
  2. Dompet. Umurnya udah lebih dari 5 tahunan. Udah old fashioned ya? Aku gak tahu model dompet yg lagi in yg kayak gimana? Kapan2 boleh juga nih buka-bukaan isi dompet.
  3. Peralatan mani pedi. Bukannya kemayu ato apa. Itu dapet hadiah dari alfamart. Lumayan buat mani-pedi kalo lagi nganggur di kantor.
  4. Pelembab. Punya Ristra. kadang pake yg ini kadang pake yang dari klinik. Pokoknya mana yang ada di tas lah.
  5. Body lotion. Merknya Natural Honey. Murah meriah, bisa berbagi dengan teman-teman sekantor.
  6. Sun Care. Merknya Ultima. Harus dibawa, soalnya kalo siaran pagi harus berangkat setengah lima. Jadi blom sempet pake ini. Pakenya di kantor.
  7. Tas kosmetik. Didalemnya masih ada lagi ting crentil sing liyane.
  8. Name Tag: Gak usah dijelasno.
  9. Dental Floss: yang kecil di belakang botol-botol. Warnanya biru. Merknya Oral B. Harus dibawa. Ngga kebayang kalo ketinggalan dan kebetulan menu makan siangnya ayam atao empal.
Balik ke kiri lagi.
  1. Permen. Merknya Fishermen's Friends. Manjur buat serak-serak. Hal yang tidak boleh terjadi saat siaran.
  2. Pantyliners: hmmm.. udah pada ngerti semua kan? Kali aja dibutuhkan, termasuk teman yang mau minta juga boleh. Biasanya aku juga bawa kakaknya, tapi mbuh nang endi, udah kepake kemarin kali blom ngambil lagi.
  3. Card Reader. Buat transfer data dari hp dan sebaliknya.
  4. Hp. Yang kena virus itu. Sampe tulisan ini diposting virusnya masih kubiarkan bersemayam di dalamnya.
  5. Obat: Centabio. Kata dokter bisa sedikit ngilangin bekas luka (ato aku yg salah denger ya?) Ada bekas bisul di paha kiri, aduh wes gak mulus lagi poko'e. *mode. sedih* (perlu ngga sih diceritain?)
  6. Sisir: Merknya Vidal Sassoon (penting ngga sih). Ini juga jarang ku pake. Soalnya rambutku kriwul dan udah di set dari rumah untuk tidak perlu disisir seharian. Banyak yg bilang: mbak rambutnya diapain? Mbak rambutnya amazing deh. Mbak rambutnya kereen. *mode ge er* (kapan2 potona tak munculkan..he...he.. narsis.com).
  7. Pisau Lipat: Kadang2 dibutuhkan untuk ngupas buah buat sarapan kalo dines pagi hari. (weleh sok gaya hidup sehat niiiyyy)
  8. Pulpen: jarang dipake.
Lalu 2 benda yang tidak ada dalam tas tapi ikutan nampang.
  1. Sandal: merknya Bata. Hanya untuk menunjukkan kalau aku orangnya ngga fashionable. Buktinya, tasnya kuning, sandalnya coklat. Pake sandal ke kantor soalnya hari sabtu.
  2. Tempat minum: untuk dipake di kantor biar ngga bolak-balik keluar ruangan.
Udah kayaknya ya? Gimana kebaca ngga karakterku dari barang bawaan? Ada yang bisa baca? Tolong ramal dooong...

18 November 2006

Virus

Beberapa hari belakangan ini saya dipusingkan oleh yang namanya virus! Virus ini jahat banget karena sama sekali tidak menampakkan gejala tahu-tahu pulsa abis gitu aja. Ya virusnya ada di henpon. Awalnya saya ngga sadar, tapi begitu pulsa tinggal sekitar 5 ribuan, saya jadi tahu kalau ternyata pulsa saya berkurang tanpa jejak 500, 100, 1000 dalam hitungan menit. Wah kalo terus-terusan bisa bangkrut dong.

Dengan dada bergelora karena marah (weleh), saya telpon provider kartu telpon saya. Saya laporkan masalahnya sekalian saya nanya kok bisa? Setelah tanya jawab sedikit, sang operator menyarankan untuk membawa hape saya ke nokia aja. Katanya pasti ada virus na. Waduh!

Karena masih blom ada waktu buat ke nokia (baca: males), saya mencoba-coba sendiri gimana caranya ngakali si virus ini. Mulai dari meng-clear cache, mengubah setting access point (yang tadinya xl gprs, trus tak ganti telkomsel gprs, maksutnya sih biar virusnya gak bisa konek keluar), mengubah auto konek ke manual, eehh, ternyata ngga berhasil juga. Si virus masih bisa konek. Buktinya pernah seharian sengaja saya tidak melakukan koneksi internet, ternyata di menu GPRS data counternya, banyak catatan koneksi internet. Sebel ngga sih. Wah kayaknya satu-satunya jalan keluar, saya harus ke nokia.

Ya sudahlah, harus meluangkan waktu memang. Dengan gagah perkasa, saya berangkat ke NPC. Sesampainya disana, astaga, antriannya kayak antri ke dokter kandungan favorit!! Nomer antriannya sampe habis. Karna sudah terlanjur, saya pilih bersabar aja deh, ikutan ngantri, sambil cuci mata biar ngga stress. Setelah menunggu kira-kira 1,5 jam akhirnya nama saya dipanggil (krn nomer antrian abis, jadi daftarnya pake nama). Setelah diperiksa ternyata memang benar ada virusnya. Tapi yang bikin saya kaget sekaligus kecewa, si mbak bilang, biayanya 250 ribu mbak dan harus ditinggal kira2 4 harian. Kalo ada sparepart yang harus diganti, biayanya bisa nambah. Weleh, 250 hanya untuk virus henpon, gak weeess. Mending buat ceting aja tiap hari. Pokoknya balapan ama virus!!! Ada yang bisa bantu ngga? He..he..pelit ya...

15 November 2006

JAGOAN NEON!! (inspired by Lesca)



Setelah melihat 'Matrix' nya Lesca, saya jadi pingin mamerin matrix saya he..he.. Namanya Elan, hobbynya main ps, nonton Cartoon network dan minum susu. Agak nakal sedikit, kata teman, dia yang paling banyak menyerap gen saya, ha..ha.. iya kali ya...

12 November 2006

KOMENTAR MAS PEPIH ATAS 'RATRI'

Dengan segala kerendahan hati saya berterimakasih mohon maaf yang sebesar-besarnya pada Mas Pepih, karena tanpa menunggu persetujuan beliau saya memuat komentarnya atas cerpen saya di blog ini. Maksud saya memuat tulisan ini supaya saya bisa mendapat masukan lebih banyak lagi dari teman-teman yang lain (mudah-mudahan ada, hehe.. maruk ya..), sehingga saya bisa menulis lebih baik lagi, dan syukur-syukur ada media cetak yang memuatnya. Tentu saja setelah ada masukan dari Anda.


“Virginity”

Kali ini sahabat kita dari Surabaya, Dena, mengirimkan cerpen “Ratri” untuk kita nikmati bersama. Persoalan inti dari cerpen ini sesungguhnya hal yang “menantang” (atau tabu) untuk didiskusikan, yakni masalah keperawanan (virginity). Mengapa diskusi ini menarik dan bahkan sampai diangkat dalam sebuah cerpen, tentu si penulis cerpen punya alasan.

Akan tetapi, saya harus berkata jujur, Dena kurang mengeksplorasi arti sebuah virginity, padahal, inilah “nafas” cerpennya, di samping juga arti sebuah keteguhan sekaligus rasa bersalah Ratri terhadap suaminya, karena ia tidak menyerahkan keperawanannya kepada suaminya, Adi. Ia malah menyerahkannya kepada mantan pacarnya yang nakal, Haris. Itu jalan ceritanya, dan itu hak pengarang yang punya lisensi kebebasan berekspresi.

Karena sifatnya yang harus pendek, cerpen biasanya selesai dalam “setarikan nafas” saja. Kalau tokoh Ratri tidak bisa tidur dan iri kepada mereka yang bisa tidur lelap, seharusnya jelaskan kenapa Ratri tidak bisa tidur saat itu, apakah karena memikirkan rasa bersalah karena telah membohongi suaminya atau karena hal lain? Juga dalam plot (alur cerita), tidakkah sebaiknya semua adegan selesai dalam “ketidakmampuan” Ratri tidur malam itu, meski pikirannya harus melayang pada SMS Haris, pada kedatangan Haris dan janji dengannya untuk bertemu, pada pelatihan pilates selaku instruktur, dan kejadian lainnya.

Saya ingin mengetengahkan arti penting sebuah eksplorasi untuk menghidupkan konflik atau persoalan sebuah cerita. Jelas yang harus dicari, dieksplor dan ditelesur rekan Dena adalah virginity itu tadi. Bercerita tentang ini tentu akan terlepas dari konotasi jorok jika diletakkan dalam konteks budaya, misalnya, setidak-tidaknya “pembenaran” sepihak kaum pria bahwa istrinya haruslah seorang perawan suci saat malam pertama. Memang klasik, tetapi percaya atau tidak, sampai sekarang masih saja ada orang yang memegang teguh asumsi itu.

Jika sahabat Dena menghiasi cerpennya dengan mengeksplorasinya sebuah contoh bagaimana Ken Dedes dengan wajah masam dan menangis harus menyerahkan keperawanannya kepada si buruk rupa Tunggul Ametung, dengan dayang-dayang yang siap meletakkan kain putih di atas kasur Dedes, kita akan menjadi paham bahwa persoalan virginity sudah ada sejak zaman kerajaan dulu (baca Dedes Arok, Pramoedya Ananta Toer).

Juga bagaimana Srintil dengan sukarela menyerahkan keperawannnya kepada Rasus kekasihnya, sebelum ia dinobatkan menjadi ronggeng pada usianya yang ke-11(lihat Ronggeng Dukuh Paruk, Ahmad Tohari), sebelum beberapa menit kemudian Srintil harus melayani Si Lurah pemabuk yang haus keperawanan. Meski Si Lurah harus kehilangan kerbau dan sawahnya, ia rela saja kehilangan itu semua demi prestis “keperawanan” Srintil yang dijual kakek-neneknya. Karena bersetubuh saat mabuk, Si Lurah tidak bisa merasakan Srintil perawan atau bukan.

Atau, pernahkah sahabat Dena mendengar berita adanya “perkawinan semalam” saja setelah si pengantin pria mengetahui kalau istri yang dinikahinya sudah tidak perawan lagi dengan indikasi tidak menetaskan darah pada malam pertama? Atau pernikahan yang sudah bertahun-tahun dan sudah punya anak banyak tetapi harus bercerai hanya karena di kemudian hari suami mengetahui istrinya (atau istri mengaku) dalam keadaan tidak perawasan lagi saat malam pertama dulu?

Sekali lagi eksplorasi. Eksplorasi bukan berarti kita harus mengalami dulu. Konyol namanya kalau pengarang mau bercerita tentang perampokan bank ia harus merampok bank terlebih dahulu! Pengarang tokoh Flash Gordon tidak harus mengalami pergi ke bulan saat dia menulis ceritanya, bukan? Memang pengarang terkaya di jagat ini JK Rowling pernah berpesan, mulailah menulis dari apa yang kita ketahui. Tetapi saya bisa tidak sependapat dengan pencipta tokoh Harry Potter itu, bahwa saya bisa saja memulai menulis dari apa yang saya tidak tahu. Caranya? Eksplorasi!

Mungkin karena kerangka pikir saya yang seorang jurnalis, saya pasti akan cari dan telusur informasi tentang virginity di berbagai kamus dan ensiklopedi. Bagaimana konsep virginity ini menjadi persoalan sosial, budaya, etnis, dan bahkan religi! Kalau sahabat blogger malas ke perpustakaan, klik saja Wikipedia atau Google dan masukkan kata kunci virginity atau "keperawanan", setidak-tidaknya informasi tentang hal ini sekilas akan terbahas disertai rujukannya. Artinya, menulis cerpen pun harus disertai kedalaman dan pemahaman masalah yang memadai, agar cerpen menjadi bernilai.

Sekarang, kita nikmati bersama cerpen karya Dena di bawah ini, dengan tampilan apa adanya (tanpa proses editing dari saya), termasuk “kalimat berani” saat menjelaskan proses, maaf... persetubuhan. Untuk media blog, saya bisa memahaminya sebagai bagian dari kebebasan berekspresi dan dalam rangka saling belajar satu sama lain. Tetapi kelak detail ini bisa diperhalus, dipersingkat, atau bahkan dihilangkan saja jika itu dimaksudkan untuk dimuat di media massa yang kemungkinan dibaca anak yang belum waktunya membaca, tanpa menghilangkan makna sesungguhnya (bagian ini saya blok dengan huruf merah, tanpa menghapusnya)--(bagian ini yang dimaksud Mas Pepih:menggoda suaminya dengan gerakan-gerakan tubuh yang erotis untuk kemudian, ganti, giliran dia yang 'mengalahkan' suaminya di ranjang, dan Didiamkannya tangan Haris yang dengan lembut melepas helai demi helai pakaian yang melekat di tubuhnya. Sejenak Ratri lupa siapa dia, siapa Haris, yang ada hanya desah nafas mereka berbaur dengan peluh yang mengalir deras)--. Lalu ciptakan kalimat pendek dengan alinea (paragraf) yang pendek pula, biar tidak menyiksa nafas pembaca.

Pesan saya pada Dena, jangan putus asa, teruslah menulis, menulis dan menulis. Jika sudah terbiasa, kelak menulis akan semudah berbicara, semudah penyiar menghamburkan kata-kata di radio. Sahabat bisa memberi komentar langsung karya Dena atau mengirim komentarnya ke alamat pepih_nugraha@yahoo.com, silakan…

Saya tunggu komentar Anda... Terimakasih.

04 November 2006

RATRI (PART 4 TAMAT)

Sepertinya Haris tidak main-main dengan ucapannya. Pesan singkat itu makin memupuskan keraguan Ratri atas kesungguhan Haris. Satu jam lagi aku tiba di bandara Juanda. Tolong jemput aku, begitu bunyi pesan singkatnya. Sesaat Ratri tertegun. Dadanya berdegup kencang. Perasaan senang, takut, tersanjung dan berbagai rasa lain bercampur aduk di dadanya. Ada keraguan juga. Perdebatan sengit antara ya dan tidak berkecamuk dalam batin Ratri. Bayangan Adi, suaminya yang begitu baik, penyayang, sabar dan tulus mencintainya melintas bergantian dengan bayangan masa lalunya yang indah bersama Haris. Letih dirasakan Ratri beberapa hari ini. Bukan tubuhnya tapi batinnya, pikirannya. Haris sudah begitu banyak menyita energinya. Tapi Ratri juga tidak bisa begitu saja mengusir bayangan lelaki yang pernah dicintainya itu dari benaknya, malah sepertinya Ratri justru menikmati kehadiran Haris dalam bayangannya, dalam mimpi-mimpinya. Berbagai peristiwa yang pernah dialaminya berdua dengan Haris sengaja dia hadirkan lagi dalam pikiran liarnya. Dalam beberapa kesempatan, di mimpi-mimpinya, Ratri bahkan membiarkan Haris melakukan hal-hal yang didambakannya. Memeluk, membelai, mencumbu... Ah..kenapa aku begitu terpesona pada lelaki ini, batin Ratri berteriak.

Pesawat yang ditumpangi Haris mendarat di bandara Juanda. Meleset sedikit dari waktu yang dijanjikan Haris pada Ratri. Hal pertama yang dilakukan Haris ketika kakinya menginjak tanah adalah menghubungi Ratri, memastikan dia sudah ada di terminal kedatangan. Tapi yang diharapkan ternyata tidak muncul. Tidak mungkin dia mengabaikan aku. Aku tahu siapa Ratri, bertahun-tahun aku mengenalnya, pikir Haris. Tidak mungkin dia berubah secepat ini, Haris masih yakin dengan pikirannya. Bukan tanpa alasan Haris mempertanyakan ketidakhadiran Ratri di bandara untuk menjemputnya. Lima tahun dia berpacaran dengan Ratri dan selama itu pula berkali-kali Haris mengkhianati Ratri dan berkali-kali juga Ratri membukakan pintu maafnya untuk Haris.

Sementara itu pada saat yang sama dada Ratri bergemuruh. Dorongan kuat untuk menjumpai Haris, menumpahkan kerinduan yang tiba-tiba muncul sejak pesan-pesan singkat Haris mebombardirnya beberapa hari terakhir. Dada yang bergemuruh itu juga menyimpan birahi yang tak kalah besar disimpannya rapi dalam angannya. Dibiarkannya fantasi-fantasi liar menguasai pikirannya. Didiamkannya tangan Haris yang dengan lembut melepas helai demi helai pakaian yang melekat di tubuhnya. Sejenak Ratri lupa siapa dia, siapa Haris, yang ada hanya desah nafas mereka berbaur dengan peluh yang mengalir deras.

Ratri tidak pernah menyesal telah kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam dirinya. Bagi Ratri Haris hampir pasti menjadi suaminya, sampai suatu ketika datang Ninuk membuyarkan impiannya, membuka kekhawatiran akan hadirnya lelaki lain selain Haris yang rela menikahi perempuan ternoda seperti dirinya. Tapi ternyata kekhawatiran itu tidak beralasan. Adi, pria yang sama sekali jauh dari bayangan idealnya tiba-tiba muncul seperti bintang jatuh dari langit membawa perhatian dan cinta. Sejujurnya tidak ada cinta untuk Adi, tapi bagi Ratri cinta adalah sesuatu yang lentur. Cinta bisa datang kapan saja dan Ratri yakin itu. Adi pria yang baik tidak ada alasan bagi Ratri untuk menolaknya. Ratri tidak mau kehilangan untuk yang kedua kalinya, dan karena alasan itulah dia tetap menyimpan rapat rahasia besarnya bersama Haris. Ratri memilih berjudi, mengadu nasib di malam pengantinnya.

Noda merah di sprei ranjang pengantinnya menjawab segala ketakutan Ratri sekaligus menjadi penanda Ratri telah memenangkan perjudian yang dirancangnya sendiri tanpa sepengetahuan siapapun. Selaput dara, meskipun tidak mutlak bisa dijadikan indikasi seseorang masih perawan atau tidak, tapi bagi sebagian orang masih sangat berarti. Untuk orang yang pernah ternoda seperti Ratri, bisa mempersembahkan setetes darah di malam pengantin sungguh hal yang luar biasa melegakan. Antara lega, gembira dan terharu juga rasa bersalah berkecamuk dalam dada Ratri. Adi pria yang baik tapi dia mendapatkan yang tidak sepatutnya dia dapat. “Ah…aku sangat berdosa,“ Ratri menarik nafas.

“Mbak, jam berapa latihannya dimulai?” suara Dina, membuyarkan lamunan Ratri. Dia segera bangkit dan mengambil fit ball kemudian memulai kelas pilatesnya. Dibiarkannya Haris menunggu, bukan karena dia tidak ingin bertemu lelaki pujaannya itu tetapi Ratri ingin menghormati lelaki yang selama ini juga menghormatinya. Ratri ingin belajar menjadi wanita yang pantas bagi Adi, lelaki yang sedikit demi sedikit mulai dicintainya.

30 October 2006

BEBAN

Mungkin karena saya tidak piawai menulis, mungkin juga karena saya kurang membaca sehingga ide untuk menulis menjadi kering, mungkin juga karena saya kurang peka terhadap sesuatu yang ada di sekitar saya, yang bagi orang lain bisa saja menjadi sumber tulisan, makanya cerpen (apa cerbung ya?..) saya belum selesai hingga sekarang.

Meskipun saya tidak yakin ada yang membaca cerita saya, tapi saya merasa tidak bertanggung jawab kalau saya tidak menyelesaikan cerita itu.

"Kamu kurang kontemplasi," kata suami saya. Betul juga. Tapi apa bisa orang seperti saya berkontemplasi? Merenung? Dari pengalaman selama ini, saya baru bisa merenung kalau sudah benar-benar 'terantuk batu'. Merenungi kesalahan yang telah saya perbuat. Menyesalinya. Tapi kadang seiring waktu berlalu, kesalahan yang sama terulang lagi.. Menyesal lagi. Hanya orang bodoh yang mengulangi kesalahan sampai yang sama. Celakanya, saya melakukannya! Ya, mungkin sudah waktunya saya belajar lebih banyak dari anak-anak tentang ketulusan, dari suami tentang bagaimana menghargai orang lain (hal yang paling jarang saya lakukan), dari teman-teman tentang keikhlasan dan dari Anda tentang segalanya. Barangkali bila itu terlaksana, saya bisa dengan mudah menyelesaikan cerita saya dan bahkan menulis lagi lebih banyak cerita yang memberikan manfaat tidak hanya sekedar cerita serta melakukan lebih banyak lagi hal yang berguna bagi orang lain. Mudah-mudahan saya bisa, dengan doa Anda tentu saja.

23 October 2006

MAAF..

.....Sayangnya
Saya tidak pandai merangkai kalimat indah
Untuk mengucapkan kata maaf
Kepada teman-teman yang pernah
Terluka
Tersakiti
Terhina
Oleh
Ucapan
Tingkah laku
Maupun goresan pena saya
Di sini...
Saya pernah
Menista
Di sini pula
Dengan segala ketulusan
Dan kerendahan hati
Saya
Memohon
Maafkan Segala Salah
Baik Lahir Maupun Batin

19 October 2006

RATRI(PART 3)

"Halo, Ri, kok diem, sih. Aku serius, lho.
"Eh..mmm..iya Mas. Gimana kabar Mbak Ninuk?"
"Kamu belum jawab pertanyaanku."
"Maaf Mas, aku lagi nyetir, nanti aja ya telpon lagi kalau aku sudah nyampe rumah."

Ratri langsung memutuskan hubungan teleponnya. Beberapa kali Haris mencoba menghubungi Ratri, tapi tidak dijawabnya. Ah, Mas Haris tetap saja seperti yang dulu, pantang menyerah, agresif, percaya diri dan agak sedikit nakal, Ratri tersenyum mengingat bagaimana dia dulu jatuh cinta pada Haris. Segala hal yang disukainya ada pada Haris. Bahkan kebiasaan Haris yang suka berselingkuh saat masih pacaran dulu menjadi bagian yang 'disukai' Ratri. Perasaan puas saat berhasil merebut kembali Haris dari selingkuhannya menjadi kenikmatan tersendiri bagi Ratri.

Petualangan Haris baru berakhir ketika seorang perempuan bernama Ninuk mengaku hamil dan meminta Haris bertanggungjawab. Ratri tidak kaget, meski jauh dalam hatinya dia sangat kecewa, ketika Haris memilih meninggalkannya dan menikah dengan Ninuk. Haris memang lelaki yang bertanggungjawab, walaupun untuk itu dia harus membayar mahal. Menikah dengan perempuan yang tidak dicintainya. Ratri sangat yakin hanya dia satu-satunya perempuan yang ada di hati Haris. Dan kini..setelah sekian tahun, keyakinan yang sempat memudar itu kembali menguat.

*********

Untuk ukuran perempuan seusianya, Ratri termasuk perempuan yang menarik, bugar, enerjik dan tampak jauh lebih muda dari usia sebenarnya. Profesinya sebagai instruktur pilates, olahtubuh yang banyak digunakan untuk menyembuhkan asma, cedera otot dan efektif menurunkan berat badan secara cepat -seperti diakui banyak murid-murid Ratri- membuat postur tubuh Ratri tetap proporsional. Dua garis vertikal di perut sebelah kiri dan kanan menunjukkan kalau Ratri rajin melatih otot perutnya. Tanda-tanda kalau dia sudah pernah 3 kali melahirkan sama sekali tidak tampak di perutnya. Hanya sedikit stretch-mark di kedua pangkal paha dan perut bagian bawahnya menunjukkan bahwa Ratri pernah mengandung.

Pernah suatu kali Ratri mengutarakan keinginannya menghilangkan strecth-mark itu. Tapi Adi menentangnya.

"Dengan garis-garis itu kamu masih kelihatan seksi kok. Ngapain buang-buang duit."
"Jelek, lho, Mas."
"Halah, wong ngga kelihatan gitu kok."
"Tapi Mas kan bisa lihat."
"Tapi aku kan tetep napsu, he..he.."

Biasanya kalau sudah kalah berargumentasi, Ratri lalu menggoda suaminya dengan gerakan-gerakan tubuh yang erotis untuk kemudian, ganti, giliran dia yang 'mengalahkan' suaminya di ranjang...

bersambung

RATRI (PART 2)

Suara lembut Norah Jones dari telpon genggam yang tergeletak di dashboard memaksa Ratri mengalihkan perhatiannya dari jalanan di depannya. Tidak ada nama. Ratri tidak segera menjawab panggilan itu karena bersamaan dengan itu lampu didepannya menyala hijau. Tangan kiri Ratri segera meraih persenelling kemudian kaki kanannya menginjak pedal gas perlahan. Jalanan agak sedikit macet siang itu. Setelah mobilnya berjalan tangannya meraih telepon gengganmya.

"Halo."
"Selamat siang, dengan Riri?"

Riri! Siapa lagi orang yang memanggilnya dengan sebutan itu selain...Mas Haris. Dada Ratri berdegup kencang. Debar yang sudah lama sekali tidak pernah dirasakan Ratri. Mas Haris!! Untuk beberapa saat Ratri terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa.

"Mas Haris?"
"Ya, ini Haris. Apa kabar Ri? Kok sms ku ngga dibalas?"
"Oh, maaf Mas, aku..nnggg.. aku bingung mau jawab apa."

Beberapa hari sebelumnya Haris mengirim pesan singkat yang isinya mengungkapkan kerinduannya pada Ratri. Kalimatnya cukup lugas, Riri, aku kangen, Haris. Meskipun sempat kaget, tapi Ratri segera melupakan sms itu. Paling orang iseng, pikirnya waktu itu. Mana mungkin Mas Haris tahu nomer telponnya. Kalaupun tahu apa mungkin Mas Haris masih menyimpan rindu untukku?

Keraguan Ratri terjawab sudah. Haris meneleponnya dan apa yang ditulisnya di sms diucapkannya di telepon.

"Ri, aku kangen."
Ratri terdiam. Duh, Mas Haris, berhentilah menggodaku, batinnya.

Haris, lelaki dari masa lalu, begitu Ratri menyebutnya bila sedang bernostalgia dengan teman-temannya yang juga mengenal Haris, memang punya tempat khusus di hati Ratri. Bukan karena wajahnya yang ganteng atau otaknya yang encer, bukan juga karena dia cinta pertama Ratri tapi lebih karena sesuatu yang terus membekas hingga sekarang...

bersambung

15 October 2006

RATRI

Lukisan Bung Yon
klicknews.tripod.com


Rasanya aku pantas iri pada orang-orang itu. Mereka bisa tidur lelap diatas tumpukan kelapa dagangannya sambil diterpa angim malam yang dingin. Mereka juga bisa nyenyak di atas tumpukan batu dengan hanya beralaskan tikar dan dihajar angin di atas truk berkecepatan tinggi yang membawa mereka ke tempat mereka bekerja, entah dimana. Mereka juga bisa terlelap hanya dengan beralas koran dan berselimut sarung kumal di trotoar sembari dibuai gemuruh deru lalu-lalang kendaraan.

Ya, Ratri memang pantas iri pada mereka. Kasur empuk, sejuknya AC, indahnya pemandangan taman mungil di balik jendela kamarnya tidak mampu mengantarkan Ratri tidur lelap. Dengkur halus suaminya di sampingnya membuat Ratri semakin tidak bisa memejamkan mata. Pada saat-saat seperti ini, suara cicak di dinding kamarnyapun terasa sangat menganggu. Suara indah gesekan daun palm botol yang tertiup angin di samping kamarnya yang biasanya menjadi lullaby bagi Ratri, sekarang justru terasa sangat memekakkan telinga.

Ratri mencoba berbagai posisi tidur. Menghadap suaminya, berbalik lagi menghadap taman, memeluk guling sampai melipat bantalnya menjadi dua tetap saja tidak mampu membuat Ratri nyaman. Dilihatnya wajah lelah suaminya disampingnya. Beberapa hari terakhir ini Adi, suaminya sering mengeluh tentang pekerjaannya.

“Ali itu ngga pantes jadi wartawan. Logikanya ngga jalan, akibatnya kerjaanku jadi tambah. Aku harus turun tangan wawancara dengan narasumber untuk melengkapi tulisannya yang amburadul itu,” keluhnya suatu hari.

Adi memang seorang perfeksionis. Kadang-kadang malah –dimata Ratri- dia haus pujian. Itulah makanya, Adi selalu berusaha memberikan yang menurutnya baik untuk kantornya. Akibatnya tuntutannya pada bawahannyapun tinggi. Padahal Adi sadar kemampuan mereka –dimata Adi- masih belum mencapai standar, kalau tidak boleh disebut parah. Tapi untunglah, Adi hanya mengutarakan itu pada istrinya. Bagi Adi, biarlah dia sombong di depan istrinya asal tidak di depan orang lain. Toh istrinya sudah tahu siapa dia seutuhnya.

“ Teng, teng".
Terdengar, bunyi tiang listrik dipukul 2 kali. Ah..sudah jam 2 pagi, aku masih belum bisa tidur, pikir Ratri. Lalu bayangan kejadian siang tadi kembali berkelebat di benaknya...


bersambung

13 October 2006

KE SURABAYA MAHAL..

Tadinya saya agak heran ketika melihat nomor asing tertera di layar hp saya. +6265141xx. Saya tidak segera mengenali ini nomer daerah mana, baru setelah saya angkat teleponnya, terdengar suara yang sudah lama sekali tidak mengakrabi telinga saya. Teman lama yang sekarang 'terdampar' di Aceh. Ah.. sebuah kebetulan yang menyenangkan..

Obrolanpun mengalir lancar, kenangan 5 tahun silam kembali menyeruak ke permukaan ingatan kami berdua. Saya seperti mengalami de ja vu. Berbagai peristiwa yang kami alami berdua kembali terbayang. Jargon-jargon yang sering kami gunakan saat bersama dulu (dan hanya kami berdua yang tahu artinya) kembali muncul sambil sesekali kami terbahak mengingat masa-masa 'gila' dulu. Saya memang merasa dekat dengan teman yang satu ini, karena kami punya tabiat yang nyaris sama, suka ngomong seenak udel (kebiasaan yang sering membawa petaka daridapa untung). Bedanya dia sudah mendapatkan hidayah, saya belum he..he..

Di akhir pembicaraan karena merasa belum cukup melebur rasa rindu saya menanyakan kapan dia pulang ke Surabaya. Tapi jawabannya membuat saya heran, katanya sekarang kalau ke Surabaya biayanya mahal karena mesti paspor segala. Pake paspor? "Iya, soalnya kalo ke Surabaya, sekarang mesti transit dulu di Kuala Lumpur". Ha..ha.. benar juga..


NB: Mohon maaf pada para pengunjung setia shoutbox, untuk sementara fasilitas shoutbox saya tiadakan, karena banyak komentar-komentar yang tidak relevan dan tidak beridentitas jelas, terkait dengan tulisan saya beberapa waktu lalu. Saya juga mohon maaf apabila ada yang merasa terusik kesabarannya atas tulisan saya beberapa waktu lalu. Sebagai bentuk penyesalan dan menghindari memperpanjang polemik, saya sudah menghilangkan tulisan tsb dari list. Saya juga mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda semua meskipun dalam bentuk makian. Bagi saya itu tetap sebuah perhatian, seperti kata seorang satiris Inggris, John Wolcot better be damned than mentioned not at all. Terimakasih atas segala bentuk perhatian Anda (yang luarrrr biasa). Selamat menunaikan ibadah puasa.

12 October 2006

MAS DIDI...


photo by www.kapanlagi.com


This last few days, mergo wis bosen dengerin lagunya James Ingram, James Jt Taylor, James Blunt dan James Bond (ini penyanyi bukan ya?), di sela-sela kerja saya lebih suka mendengarkan lagunya Mas Didi Kempot. Alasannya cuma satu: lagunya enak. Enak? Bagian mananya yang enak? Begitu mungkin pertanyaan orang yang tidak satu selera dengan saya. Ya, selera musik saya memang agak kacau. Saya bisa asyik mendengarkan lagu dangdut, nyaman dengan cung kuo ko alias lagu mandarin, dan enjoy dengan lagu Al Jarreau sampai Diana Krall. Bagi saya, sebuah lagu dikatakan enak, kalau sembari mendengarkan lagu tsb, saya bisa bersenandung.

Lagu Didi Kempot termasuk dalam katagori itu. 3 dari sekian banyak lagu Mas Didi, saat ini jadi top of mind saya, Sewu Kutho, Tirtonadi, dan Stasiun Balapan. Konon 3 lagu ini dan beberapa lagu lainnya yang direkam dalam album-albumnya (sudah berapa album ya?) diciptakan saat Didi masih sering mengamen dari terminal ke terminal. Mungkin karena Mas Didi tidak pernah ngamen ke bandara, maka lirik lagu-lagunya mulek dari stasiun ke terminal saja. Lagian ngga enak juga kalau lirik Stasiun Balapan diganti jadi Ning Bandara Adi Sumarmo...tak tung tak tung. Ngga enak kan? Makanya lupakan soal lirik yang ngga keren dan marilah kita bersama-sama menikmati lagu dari mas Didi..

Nalika ne ing Tirtonadi
Ngenteni tekane bis wayah wengi
Tanganmu tak kanti, kowe ngucap janji
Lungo mesti bali..

Aku kangen, kangenku mung karo kowe..

Weeenaaak tenaaaannn


keep up the good work, Mas Didi. Tak enteni lagumu sing liyane... ai lop yuuuu

my friend said: nggilaniiiiii

10 October 2006

KEMANA MEMBUANG LUMPUR?

Membaca berita hari ini saya jadi kasihan sama Pak Basuki Hadimulyo. Wes, Pak, timbang Sampeyan bingung tuangin aja sebagian lumpur itu ke mulutnya para koruptor. Sekalian ke mulut istrinya, yang sering nyuruh suaminya jadi koruptor.

Gimana, Sampeyan setuju ndak? Yang baca tulisan ini tapi ngga ngasih komen, berarti sampeyan koruptor pisan...he..he..

08 October 2006

NGGA LAZIM KATANYA...


photo by www.iptek.net.id


Lazimnya sayuran ini cuma dijadikan campuran sop atau salad, atau bisa juga di jus. Makanya ketika pulang kantor kemarin saya membeli sayur ini dalam jumlah banyak, teman saya heran. "Buat apa?", tanyanya.

Saya memang tidak menjadikan seledri untuk campuran sop atau salad apalagi jus. Saya menumisnya! Karena saya tidak pandai memasak, maka saya lebih suka memasak sayur-sayuran yang beraroma. Jadi tanpa memberinya bumbu-bumbu yang rumit, saya sudah mendapatkan hidangan beraroma. Cukup dengan bumbu bawang putih yang digeprak dan dicampur dengan irisan daging sapi, lalu sreng-sreng-sreng. Jadi deh.. Tentu saja, garam ngga boleh lupa.

Soal rasa, buat saya sih enak banget. Saya bisa habiskan semangkuk sayur seledri ini sekaligus, tanpa pake nasi. Tapi kalo ditanya ama yang lain yg pernah merasakan masakan ini (bojoku maksute), saya ngga tahu (soalnya ngga pernah nanya). Tapi yang jelas masakan ini sehat. Sama sehatnya dengan tumis sayur selada wangi yang memasaknya lebih gampang lagi, sayang saya ngga punya gambarnya. Dan rasanya -sama seperti tumis seledri- cuma saya saja yang suka he..he...

Ada yang bisa ngasih resep ngga, gimana caranya memasak selada wangi?

07 October 2006

PUISI TITIPAN

Karena pelajaran posting gambar dari guru saya belum kelar, maka hari ini tidak ada postingan dari saya. Tapi supaya tidak kosong, ada puisi titipan teman yang judulnya Kosong. Sebenarnya agak malu juga siiiy menayangkan puisi ini, soalnya ngga Dena banget gitu loh. Bukan isi puisinya, tapi puisinya itu!


Kosong
Hampa
Ketika aku mencoba menjauh dari jangkau Mu
Ketika bibirku tak lagi memanggil mesra nama Mu

Tapi
Mengapa
Ku biarkan hatiku selingkuh…
Meninggalkan dirimu yang selalu setia dengan kasih Mu

Ku biarkan telaga sunyiku dijamahi burung burung hitam
Membuatku makin hilang dari tangan tangan kasih Mu

Kasih
Dimana keresahan ini harus kutambatkan
Siapa yang akan membawaku pada sinar Mu

Mengapa semua buntu
Tiada celah
Tiada jalan
Tiada akhir

Dan aku
Lelah
Terkapar
Di telaga kering tanpa siram Mu

AR, Surabaya 2006

06 October 2006

MENGAPA HAMBURGER DISEBUT HAMBURGER MESKI TANPA HAM? '



Bukannya mau nyaingin Manda, tapi karena hanya ini yang saya dapatkan pagi ini yang layak untuk saya bagikan di blog (paling tidak menurut ukuran saya).

Sambil mencari bahan untuk siaran tiba-tiba saya menemukan sesuatu yang baru buat saya. Ini hasil terjemahan kasarnya, mohon maaf kalau ada yang salah, karena les bahasa Inggrisnya di les-les-an lokal yang gurunya bukan native speaker.

Dalam perjalanannya ke Asia di awal th 1800-an, seorang saudagar Jerman mengaku pernah menyaksikan para perantau suku Tartar melunakkan daging dengan meletakkannya di bawah pelana kuda tunggangan. Gerakan kuda membuat daging jadi tercacah. Orang-orang Tartar lantas mengumpulkan daging yg tercacah ini, memberinya bumbu lalu dimakan terntu saja.

Ide daging sapi yg tercacah-cacah ini kemudian dibawa pulang ke kota asal sang saudagar tadi di Hamburg. Di sana para koki biasanya memanggang dan menyebutnya sebagai daging Hamburg. Kemudian para imigran Jerman memperkenalkan resep daging yang dicacah ini ke AS.

Istilah Hamburger diyakini sudah muncul pada tahun 1834 di menu restoran Delmonica di New York. Tidak ada catatan tertulis ttg resep hamburger ini yang tertinggal. Penyebutan pertama secara tertulis berbunyi Hamburger Steak terjadi pada th 1884 di media Boston Evening Journal. Produksi hamburger sebagaimana saat ini, pertama kali dilakukan oleh Chalice Nagleen dari Seymour WI. Kemudian pada tahun 1885, Nagleen memperkenalkan hamburger Amerika pada pameran Outgamie County Fair di Seymour. Sampai saat ini Seymour dikenal sebagai pusat habmurger dunia. Meski begitu, ada klaim lain yg menyebut bahwa hamburger modern bukan dari Seymour. Ada catatan, bahwa Frank & Charles Menches th 1885 ikut di sebuah pameran di daerah bernama Hamburg di New York dan menjual sandwich sosis dari daging babi. Tapi karena di pasar daging lokal tidak ada sosis babi, mereka lantas menggunakan daging sapi. Jadilah kemudian sebuah hamburger lain yg berbeda dari sebelumnya.

Catatan Pertama penyajian daging pada roti yg mirip hamburger seperti yg kita kenal sekarang ini terjadi pada th 1904 di pameran St Louis World Fair. Tapi beberapa tahun kemudian, tepatnya th 1921, seorang juru masak dari Wichita, Kansas, bernama Walt Anderson memperkenalkan konsep restoran hamburger. Dia berhasil meyakinkan penyandang dana Billy Ingram untuk menginvestasikan sekitar 700 dollar AS untuk membuat jaringan restoran hamburger bernama The White Castle. Dan resto itu cepat sekali berkembang. Sekarang, kalau kita bicara hamburger pasti Mc Donald. Dan tidak satupun hamburger saat ini yang berisi daging babi, karena memang hamburger tidak pernah dirancang untuk disi daging babi sejak pertama kali diciptakan. Daging hamburger biasanya terdiri dari 70-80% daging sapi, lemak dan bumbu2.

04 October 2006

JANGAN TAKUT KOTOR

Jangan takut kotor, begitu tag line sebuah produk detergen. Dalam iklan-iklannya, produk ini seolah mengajak anak-anak untuk bermain dengan yang kotor-kotor, karena baju yang terkena noda bisa bersih kembali bila dicuci dengan deterjen ini.

Sepintas tidak ada yang salah dalam propaganda ini, karena dengan tidak takut kotor, ruang lingkup bermain anak menjadi lebih luas, tidak hanya di tempat yang bersih-bersih saja. Selain itu anak juga diajarkan untuk tidak takut mencoba.

Tetapi pertanyaannya adalah, sudah sedemikian sempitnyakah tempat bermain yang bersih untuk anak-anak kita? Apakah untuk menjadi kreatif anak-anak harus bermain di tempat yang kotor? Kotor tetap saja kotor. Dalam kamus Bahasa Indonesia tidak satupun definisi kata kotor yang menyiratkan sesuatu yang baik (positif).

Sejak kecil kita selalu dibiasakan hidup bersih. Guru kita di sekolah selalu mengingatkan kita kebersihan pangkal kesehatan. Guru ngaji kita juga tak kalah getol mengingatkan kita bahwa kebersihan adalah sebagian daripada iman. Dan tag line ini seolah ingin mematahkan itu.

Kalau yang dimaksud kotor disini adalah lumpur dan tanah, menurut saya itu bukan sesuatu yang kotor. Dalam konteks anak-anak bermain dengan alam, lumpur dan tanah adalah sarana bermainnya. Tentu saja setelah bermain mereka harus membersihkan diri, karena tidak mungkin membawa lumpur dan tanah ke kamar tidur atau ke meja makan. Itu bukan tempatnya. Sementara sesuatu yang kotor, dimanapun tempatnya akan tetap kotor. Ssampah misalnya atau tahi.

Jadi tag linenya semestinya diganti saja dengan jangan takut lumpur (kecuali lumpur Lapindo kali yeeee�)

Husband said: sok kritiiiiisssss�.. trus tak jawab: yo beeeeennnnn�

02 October 2006

BISUL

Kemarin waktu saya bisulan di kuping, teman saya bilang, saya terlalu banyak telpon-telponan dengan lelaki hidung belang. Masuk akal juga sih, mungkin itu peringatan Tuhan buat saya, karena saya termasuk hamba yang disayangi-Nya (he..he..). Akhirnya karena ngga tahan, saya ke dokter. Kata dokter, itu karena perubahan hormon. ( hormon apa ya?).

Nah sekarang kalau bisulnya di paha? Masak karena sering pangku-pangkuan ama lelaki hidung belang? Yang bener aja. Mending pangku ama lelaki berhidung mancung kan? Duuuuh bisul ini... Ada yang punya resep ngga, gimana cara nyembuhinnya tanpa harus ke dokter. Malu nih bisulan terus!!!

01 October 2006

PERHATIAN

"Mbak, resletingnya belum dipasang," begitu ucap seorang lelaki paruh baya pada saya. Wah perhatian banget ya, begitu mungkin komentar anda dalam hati.Ya, saya setuju dengan Anda, lelaki itu perhatian banget, tapi sayang perhatiannya diberikan pada orang yang salah, di tempat yang salah dan di waktu yang salah pula.

Coba bayangkan, di tempat yang mayoritas pengunjungnya adalah lelaki, orang itu dengan santainya menghampiri saya hanya untuk mengatakan resleting celana saya belum terpasang. Mungkin maksud orang itu baik, tapi caranya yang ngga baik. Atau bisa jadi dia tidak tahu bahwa dengan caranya memberi perhatian itu, saya jadi malu. Tapi, ah.. ini kan bulan puasa, saya positive thingking aja deh. Terimakasih Bapak...