Kalau mau jujur sebenarnya saya tidak memerlukan barang secanggih
ini untuk berkomunikasi, karena fungsi HP buat saya hanya untuk
menerima telpon dan sms, hp second 400 ribuan saja sudah cukup menjawab kebutuhan saya. Tapi mungkin, Paink, sahabat saya sejak SMP, agak kasihan melihat saya kemana-mana masih menggenggam hp monoponik kelas pembokat. Coba bayangkan pembokat saja sekarang ini sudah punya hp berkamera sementara saya tetap pede dengan hp tanpa kamera apalagi ber-symbian.
Kemudian, dalam sebuah kesempatan, Paink ingin membagikan sedikit dari bonus ribuan dollarnya untuk saya dalam bentuk N73. Dalam hati saya sempat ragu,(maaf Pank) meski saya tahu Paink bukan orang yang suka bohong. Tapi, barang yg dia janjikan kan bukan barang murah, paling tidak untuk ukuran saya.
Keraguan saya terjawab sudah. Dia tidak bohong.
.jpg)
Senang? Tentu, karena sekarang saya punya benda yang tidak akan mampu saya beli dengan uang sendiri. Tapi saya juga sedih karena hingga seusia ini saya masih belum bisa memijakkan kaki ditempat seharusnya saya berada. Absurd, paradox atau apa lah istilah yg tepat buat saya. Menggenggam N73 sementara saya masih naik angkot kemana-mana, masih pusing dengan tingginya harga beras dan minyak goreng yang membuat saya harus pintar-pintar mengatur keuangan keluarga.
Saya merasa
belum tidak pantas memiliki benda ini, tapi saya tak mampu menolaknya. Jadi untuk sementara saya anggap ini sebagai nasib baik saya. Eniwei, many thanks to
Paink. Mudah2an tahun depan bonusnya lebih gede, jadi bisa beliin aku yg music edition ato N yang lebih canggih lagi (halah!!!!)