30 October 2006

BEBAN

Mungkin karena saya tidak piawai menulis, mungkin juga karena saya kurang membaca sehingga ide untuk menulis menjadi kering, mungkin juga karena saya kurang peka terhadap sesuatu yang ada di sekitar saya, yang bagi orang lain bisa saja menjadi sumber tulisan, makanya cerpen (apa cerbung ya?..) saya belum selesai hingga sekarang.

Meskipun saya tidak yakin ada yang membaca cerita saya, tapi saya merasa tidak bertanggung jawab kalau saya tidak menyelesaikan cerita itu.

"Kamu kurang kontemplasi," kata suami saya. Betul juga. Tapi apa bisa orang seperti saya berkontemplasi? Merenung? Dari pengalaman selama ini, saya baru bisa merenung kalau sudah benar-benar 'terantuk batu'. Merenungi kesalahan yang telah saya perbuat. Menyesalinya. Tapi kadang seiring waktu berlalu, kesalahan yang sama terulang lagi.. Menyesal lagi. Hanya orang bodoh yang mengulangi kesalahan sampai yang sama. Celakanya, saya melakukannya! Ya, mungkin sudah waktunya saya belajar lebih banyak dari anak-anak tentang ketulusan, dari suami tentang bagaimana menghargai orang lain (hal yang paling jarang saya lakukan), dari teman-teman tentang keikhlasan dan dari Anda tentang segalanya. Barangkali bila itu terlaksana, saya bisa dengan mudah menyelesaikan cerita saya dan bahkan menulis lagi lebih banyak cerita yang memberikan manfaat tidak hanya sekedar cerita serta melakukan lebih banyak lagi hal yang berguna bagi orang lain. Mudah-mudahan saya bisa, dengan doa Anda tentu saja.

23 October 2006

MAAF..

.....Sayangnya
Saya tidak pandai merangkai kalimat indah
Untuk mengucapkan kata maaf
Kepada teman-teman yang pernah
Terluka
Tersakiti
Terhina
Oleh
Ucapan
Tingkah laku
Maupun goresan pena saya
Di sini...
Saya pernah
Menista
Di sini pula
Dengan segala ketulusan
Dan kerendahan hati
Saya
Memohon
Maafkan Segala Salah
Baik Lahir Maupun Batin

19 October 2006

RATRI(PART 3)

"Halo, Ri, kok diem, sih. Aku serius, lho.
"Eh..mmm..iya Mas. Gimana kabar Mbak Ninuk?"
"Kamu belum jawab pertanyaanku."
"Maaf Mas, aku lagi nyetir, nanti aja ya telpon lagi kalau aku sudah nyampe rumah."

Ratri langsung memutuskan hubungan teleponnya. Beberapa kali Haris mencoba menghubungi Ratri, tapi tidak dijawabnya. Ah, Mas Haris tetap saja seperti yang dulu, pantang menyerah, agresif, percaya diri dan agak sedikit nakal, Ratri tersenyum mengingat bagaimana dia dulu jatuh cinta pada Haris. Segala hal yang disukainya ada pada Haris. Bahkan kebiasaan Haris yang suka berselingkuh saat masih pacaran dulu menjadi bagian yang 'disukai' Ratri. Perasaan puas saat berhasil merebut kembali Haris dari selingkuhannya menjadi kenikmatan tersendiri bagi Ratri.

Petualangan Haris baru berakhir ketika seorang perempuan bernama Ninuk mengaku hamil dan meminta Haris bertanggungjawab. Ratri tidak kaget, meski jauh dalam hatinya dia sangat kecewa, ketika Haris memilih meninggalkannya dan menikah dengan Ninuk. Haris memang lelaki yang bertanggungjawab, walaupun untuk itu dia harus membayar mahal. Menikah dengan perempuan yang tidak dicintainya. Ratri sangat yakin hanya dia satu-satunya perempuan yang ada di hati Haris. Dan kini..setelah sekian tahun, keyakinan yang sempat memudar itu kembali menguat.

*********

Untuk ukuran perempuan seusianya, Ratri termasuk perempuan yang menarik, bugar, enerjik dan tampak jauh lebih muda dari usia sebenarnya. Profesinya sebagai instruktur pilates, olahtubuh yang banyak digunakan untuk menyembuhkan asma, cedera otot dan efektif menurunkan berat badan secara cepat -seperti diakui banyak murid-murid Ratri- membuat postur tubuh Ratri tetap proporsional. Dua garis vertikal di perut sebelah kiri dan kanan menunjukkan kalau Ratri rajin melatih otot perutnya. Tanda-tanda kalau dia sudah pernah 3 kali melahirkan sama sekali tidak tampak di perutnya. Hanya sedikit stretch-mark di kedua pangkal paha dan perut bagian bawahnya menunjukkan bahwa Ratri pernah mengandung.

Pernah suatu kali Ratri mengutarakan keinginannya menghilangkan strecth-mark itu. Tapi Adi menentangnya.

"Dengan garis-garis itu kamu masih kelihatan seksi kok. Ngapain buang-buang duit."
"Jelek, lho, Mas."
"Halah, wong ngga kelihatan gitu kok."
"Tapi Mas kan bisa lihat."
"Tapi aku kan tetep napsu, he..he.."

Biasanya kalau sudah kalah berargumentasi, Ratri lalu menggoda suaminya dengan gerakan-gerakan tubuh yang erotis untuk kemudian, ganti, giliran dia yang 'mengalahkan' suaminya di ranjang...

bersambung

RATRI (PART 2)

Suara lembut Norah Jones dari telpon genggam yang tergeletak di dashboard memaksa Ratri mengalihkan perhatiannya dari jalanan di depannya. Tidak ada nama. Ratri tidak segera menjawab panggilan itu karena bersamaan dengan itu lampu didepannya menyala hijau. Tangan kiri Ratri segera meraih persenelling kemudian kaki kanannya menginjak pedal gas perlahan. Jalanan agak sedikit macet siang itu. Setelah mobilnya berjalan tangannya meraih telepon gengganmya.

"Halo."
"Selamat siang, dengan Riri?"

Riri! Siapa lagi orang yang memanggilnya dengan sebutan itu selain...Mas Haris. Dada Ratri berdegup kencang. Debar yang sudah lama sekali tidak pernah dirasakan Ratri. Mas Haris!! Untuk beberapa saat Ratri terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa.

"Mas Haris?"
"Ya, ini Haris. Apa kabar Ri? Kok sms ku ngga dibalas?"
"Oh, maaf Mas, aku..nnggg.. aku bingung mau jawab apa."

Beberapa hari sebelumnya Haris mengirim pesan singkat yang isinya mengungkapkan kerinduannya pada Ratri. Kalimatnya cukup lugas, Riri, aku kangen, Haris. Meskipun sempat kaget, tapi Ratri segera melupakan sms itu. Paling orang iseng, pikirnya waktu itu. Mana mungkin Mas Haris tahu nomer telponnya. Kalaupun tahu apa mungkin Mas Haris masih menyimpan rindu untukku?

Keraguan Ratri terjawab sudah. Haris meneleponnya dan apa yang ditulisnya di sms diucapkannya di telepon.

"Ri, aku kangen."
Ratri terdiam. Duh, Mas Haris, berhentilah menggodaku, batinnya.

Haris, lelaki dari masa lalu, begitu Ratri menyebutnya bila sedang bernostalgia dengan teman-temannya yang juga mengenal Haris, memang punya tempat khusus di hati Ratri. Bukan karena wajahnya yang ganteng atau otaknya yang encer, bukan juga karena dia cinta pertama Ratri tapi lebih karena sesuatu yang terus membekas hingga sekarang...

bersambung

15 October 2006

RATRI

Lukisan Bung Yon
klicknews.tripod.com


Rasanya aku pantas iri pada orang-orang itu. Mereka bisa tidur lelap diatas tumpukan kelapa dagangannya sambil diterpa angim malam yang dingin. Mereka juga bisa nyenyak di atas tumpukan batu dengan hanya beralaskan tikar dan dihajar angin di atas truk berkecepatan tinggi yang membawa mereka ke tempat mereka bekerja, entah dimana. Mereka juga bisa terlelap hanya dengan beralas koran dan berselimut sarung kumal di trotoar sembari dibuai gemuruh deru lalu-lalang kendaraan.

Ya, Ratri memang pantas iri pada mereka. Kasur empuk, sejuknya AC, indahnya pemandangan taman mungil di balik jendela kamarnya tidak mampu mengantarkan Ratri tidur lelap. Dengkur halus suaminya di sampingnya membuat Ratri semakin tidak bisa memejamkan mata. Pada saat-saat seperti ini, suara cicak di dinding kamarnyapun terasa sangat menganggu. Suara indah gesekan daun palm botol yang tertiup angin di samping kamarnya yang biasanya menjadi lullaby bagi Ratri, sekarang justru terasa sangat memekakkan telinga.

Ratri mencoba berbagai posisi tidur. Menghadap suaminya, berbalik lagi menghadap taman, memeluk guling sampai melipat bantalnya menjadi dua tetap saja tidak mampu membuat Ratri nyaman. Dilihatnya wajah lelah suaminya disampingnya. Beberapa hari terakhir ini Adi, suaminya sering mengeluh tentang pekerjaannya.

“Ali itu ngga pantes jadi wartawan. Logikanya ngga jalan, akibatnya kerjaanku jadi tambah. Aku harus turun tangan wawancara dengan narasumber untuk melengkapi tulisannya yang amburadul itu,” keluhnya suatu hari.

Adi memang seorang perfeksionis. Kadang-kadang malah –dimata Ratri- dia haus pujian. Itulah makanya, Adi selalu berusaha memberikan yang menurutnya baik untuk kantornya. Akibatnya tuntutannya pada bawahannyapun tinggi. Padahal Adi sadar kemampuan mereka –dimata Adi- masih belum mencapai standar, kalau tidak boleh disebut parah. Tapi untunglah, Adi hanya mengutarakan itu pada istrinya. Bagi Adi, biarlah dia sombong di depan istrinya asal tidak di depan orang lain. Toh istrinya sudah tahu siapa dia seutuhnya.

“ Teng, teng".
Terdengar, bunyi tiang listrik dipukul 2 kali. Ah..sudah jam 2 pagi, aku masih belum bisa tidur, pikir Ratri. Lalu bayangan kejadian siang tadi kembali berkelebat di benaknya...


bersambung

13 October 2006

KE SURABAYA MAHAL..

Tadinya saya agak heran ketika melihat nomor asing tertera di layar hp saya. +6265141xx. Saya tidak segera mengenali ini nomer daerah mana, baru setelah saya angkat teleponnya, terdengar suara yang sudah lama sekali tidak mengakrabi telinga saya. Teman lama yang sekarang 'terdampar' di Aceh. Ah.. sebuah kebetulan yang menyenangkan..

Obrolanpun mengalir lancar, kenangan 5 tahun silam kembali menyeruak ke permukaan ingatan kami berdua. Saya seperti mengalami de ja vu. Berbagai peristiwa yang kami alami berdua kembali terbayang. Jargon-jargon yang sering kami gunakan saat bersama dulu (dan hanya kami berdua yang tahu artinya) kembali muncul sambil sesekali kami terbahak mengingat masa-masa 'gila' dulu. Saya memang merasa dekat dengan teman yang satu ini, karena kami punya tabiat yang nyaris sama, suka ngomong seenak udel (kebiasaan yang sering membawa petaka daridapa untung). Bedanya dia sudah mendapatkan hidayah, saya belum he..he..

Di akhir pembicaraan karena merasa belum cukup melebur rasa rindu saya menanyakan kapan dia pulang ke Surabaya. Tapi jawabannya membuat saya heran, katanya sekarang kalau ke Surabaya biayanya mahal karena mesti paspor segala. Pake paspor? "Iya, soalnya kalo ke Surabaya, sekarang mesti transit dulu di Kuala Lumpur". Ha..ha.. benar juga..


NB: Mohon maaf pada para pengunjung setia shoutbox, untuk sementara fasilitas shoutbox saya tiadakan, karena banyak komentar-komentar yang tidak relevan dan tidak beridentitas jelas, terkait dengan tulisan saya beberapa waktu lalu. Saya juga mohon maaf apabila ada yang merasa terusik kesabarannya atas tulisan saya beberapa waktu lalu. Sebagai bentuk penyesalan dan menghindari memperpanjang polemik, saya sudah menghilangkan tulisan tsb dari list. Saya juga mengucapkan terimakasih atas perhatian Anda semua meskipun dalam bentuk makian. Bagi saya itu tetap sebuah perhatian, seperti kata seorang satiris Inggris, John Wolcot better be damned than mentioned not at all. Terimakasih atas segala bentuk perhatian Anda (yang luarrrr biasa). Selamat menunaikan ibadah puasa.

12 October 2006

MAS DIDI...


photo by www.kapanlagi.com


This last few days, mergo wis bosen dengerin lagunya James Ingram, James Jt Taylor, James Blunt dan James Bond (ini penyanyi bukan ya?), di sela-sela kerja saya lebih suka mendengarkan lagunya Mas Didi Kempot. Alasannya cuma satu: lagunya enak. Enak? Bagian mananya yang enak? Begitu mungkin pertanyaan orang yang tidak satu selera dengan saya. Ya, selera musik saya memang agak kacau. Saya bisa asyik mendengarkan lagu dangdut, nyaman dengan cung kuo ko alias lagu mandarin, dan enjoy dengan lagu Al Jarreau sampai Diana Krall. Bagi saya, sebuah lagu dikatakan enak, kalau sembari mendengarkan lagu tsb, saya bisa bersenandung.

Lagu Didi Kempot termasuk dalam katagori itu. 3 dari sekian banyak lagu Mas Didi, saat ini jadi top of mind saya, Sewu Kutho, Tirtonadi, dan Stasiun Balapan. Konon 3 lagu ini dan beberapa lagu lainnya yang direkam dalam album-albumnya (sudah berapa album ya?) diciptakan saat Didi masih sering mengamen dari terminal ke terminal. Mungkin karena Mas Didi tidak pernah ngamen ke bandara, maka lirik lagu-lagunya mulek dari stasiun ke terminal saja. Lagian ngga enak juga kalau lirik Stasiun Balapan diganti jadi Ning Bandara Adi Sumarmo...tak tung tak tung. Ngga enak kan? Makanya lupakan soal lirik yang ngga keren dan marilah kita bersama-sama menikmati lagu dari mas Didi..

Nalika ne ing Tirtonadi
Ngenteni tekane bis wayah wengi
Tanganmu tak kanti, kowe ngucap janji
Lungo mesti bali..

Aku kangen, kangenku mung karo kowe..

Weeenaaak tenaaaannn


keep up the good work, Mas Didi. Tak enteni lagumu sing liyane... ai lop yuuuu

my friend said: nggilaniiiiii

10 October 2006

KEMANA MEMBUANG LUMPUR?

Membaca berita hari ini saya jadi kasihan sama Pak Basuki Hadimulyo. Wes, Pak, timbang Sampeyan bingung tuangin aja sebagian lumpur itu ke mulutnya para koruptor. Sekalian ke mulut istrinya, yang sering nyuruh suaminya jadi koruptor.

Gimana, Sampeyan setuju ndak? Yang baca tulisan ini tapi ngga ngasih komen, berarti sampeyan koruptor pisan...he..he..

08 October 2006

NGGA LAZIM KATANYA...


photo by www.iptek.net.id


Lazimnya sayuran ini cuma dijadikan campuran sop atau salad, atau bisa juga di jus. Makanya ketika pulang kantor kemarin saya membeli sayur ini dalam jumlah banyak, teman saya heran. "Buat apa?", tanyanya.

Saya memang tidak menjadikan seledri untuk campuran sop atau salad apalagi jus. Saya menumisnya! Karena saya tidak pandai memasak, maka saya lebih suka memasak sayur-sayuran yang beraroma. Jadi tanpa memberinya bumbu-bumbu yang rumit, saya sudah mendapatkan hidangan beraroma. Cukup dengan bumbu bawang putih yang digeprak dan dicampur dengan irisan daging sapi, lalu sreng-sreng-sreng. Jadi deh.. Tentu saja, garam ngga boleh lupa.

Soal rasa, buat saya sih enak banget. Saya bisa habiskan semangkuk sayur seledri ini sekaligus, tanpa pake nasi. Tapi kalo ditanya ama yang lain yg pernah merasakan masakan ini (bojoku maksute), saya ngga tahu (soalnya ngga pernah nanya). Tapi yang jelas masakan ini sehat. Sama sehatnya dengan tumis sayur selada wangi yang memasaknya lebih gampang lagi, sayang saya ngga punya gambarnya. Dan rasanya -sama seperti tumis seledri- cuma saya saja yang suka he..he...

Ada yang bisa ngasih resep ngga, gimana caranya memasak selada wangi?

07 October 2006

PUISI TITIPAN

Karena pelajaran posting gambar dari guru saya belum kelar, maka hari ini tidak ada postingan dari saya. Tapi supaya tidak kosong, ada puisi titipan teman yang judulnya Kosong. Sebenarnya agak malu juga siiiy menayangkan puisi ini, soalnya ngga Dena banget gitu loh. Bukan isi puisinya, tapi puisinya itu!


Kosong
Hampa
Ketika aku mencoba menjauh dari jangkau Mu
Ketika bibirku tak lagi memanggil mesra nama Mu

Tapi
Mengapa
Ku biarkan hatiku selingkuh…
Meninggalkan dirimu yang selalu setia dengan kasih Mu

Ku biarkan telaga sunyiku dijamahi burung burung hitam
Membuatku makin hilang dari tangan tangan kasih Mu

Kasih
Dimana keresahan ini harus kutambatkan
Siapa yang akan membawaku pada sinar Mu

Mengapa semua buntu
Tiada celah
Tiada jalan
Tiada akhir

Dan aku
Lelah
Terkapar
Di telaga kering tanpa siram Mu

AR, Surabaya 2006

06 October 2006

MENGAPA HAMBURGER DISEBUT HAMBURGER MESKI TANPA HAM? '



Bukannya mau nyaingin Manda, tapi karena hanya ini yang saya dapatkan pagi ini yang layak untuk saya bagikan di blog (paling tidak menurut ukuran saya).

Sambil mencari bahan untuk siaran tiba-tiba saya menemukan sesuatu yang baru buat saya. Ini hasil terjemahan kasarnya, mohon maaf kalau ada yang salah, karena les bahasa Inggrisnya di les-les-an lokal yang gurunya bukan native speaker.

Dalam perjalanannya ke Asia di awal th 1800-an, seorang saudagar Jerman mengaku pernah menyaksikan para perantau suku Tartar melunakkan daging dengan meletakkannya di bawah pelana kuda tunggangan. Gerakan kuda membuat daging jadi tercacah. Orang-orang Tartar lantas mengumpulkan daging yg tercacah ini, memberinya bumbu lalu dimakan terntu saja.

Ide daging sapi yg tercacah-cacah ini kemudian dibawa pulang ke kota asal sang saudagar tadi di Hamburg. Di sana para koki biasanya memanggang dan menyebutnya sebagai daging Hamburg. Kemudian para imigran Jerman memperkenalkan resep daging yang dicacah ini ke AS.

Istilah Hamburger diyakini sudah muncul pada tahun 1834 di menu restoran Delmonica di New York. Tidak ada catatan tertulis ttg resep hamburger ini yang tertinggal. Penyebutan pertama secara tertulis berbunyi Hamburger Steak terjadi pada th 1884 di media Boston Evening Journal. Produksi hamburger sebagaimana saat ini, pertama kali dilakukan oleh Chalice Nagleen dari Seymour WI. Kemudian pada tahun 1885, Nagleen memperkenalkan hamburger Amerika pada pameran Outgamie County Fair di Seymour. Sampai saat ini Seymour dikenal sebagai pusat habmurger dunia. Meski begitu, ada klaim lain yg menyebut bahwa hamburger modern bukan dari Seymour. Ada catatan, bahwa Frank & Charles Menches th 1885 ikut di sebuah pameran di daerah bernama Hamburg di New York dan menjual sandwich sosis dari daging babi. Tapi karena di pasar daging lokal tidak ada sosis babi, mereka lantas menggunakan daging sapi. Jadilah kemudian sebuah hamburger lain yg berbeda dari sebelumnya.

Catatan Pertama penyajian daging pada roti yg mirip hamburger seperti yg kita kenal sekarang ini terjadi pada th 1904 di pameran St Louis World Fair. Tapi beberapa tahun kemudian, tepatnya th 1921, seorang juru masak dari Wichita, Kansas, bernama Walt Anderson memperkenalkan konsep restoran hamburger. Dia berhasil meyakinkan penyandang dana Billy Ingram untuk menginvestasikan sekitar 700 dollar AS untuk membuat jaringan restoran hamburger bernama The White Castle. Dan resto itu cepat sekali berkembang. Sekarang, kalau kita bicara hamburger pasti Mc Donald. Dan tidak satupun hamburger saat ini yang berisi daging babi, karena memang hamburger tidak pernah dirancang untuk disi daging babi sejak pertama kali diciptakan. Daging hamburger biasanya terdiri dari 70-80% daging sapi, lemak dan bumbu2.

04 October 2006

JANGAN TAKUT KOTOR

Jangan takut kotor, begitu tag line sebuah produk detergen. Dalam iklan-iklannya, produk ini seolah mengajak anak-anak untuk bermain dengan yang kotor-kotor, karena baju yang terkena noda bisa bersih kembali bila dicuci dengan deterjen ini.

Sepintas tidak ada yang salah dalam propaganda ini, karena dengan tidak takut kotor, ruang lingkup bermain anak menjadi lebih luas, tidak hanya di tempat yang bersih-bersih saja. Selain itu anak juga diajarkan untuk tidak takut mencoba.

Tetapi pertanyaannya adalah, sudah sedemikian sempitnyakah tempat bermain yang bersih untuk anak-anak kita? Apakah untuk menjadi kreatif anak-anak harus bermain di tempat yang kotor? Kotor tetap saja kotor. Dalam kamus Bahasa Indonesia tidak satupun definisi kata kotor yang menyiratkan sesuatu yang baik (positif).

Sejak kecil kita selalu dibiasakan hidup bersih. Guru kita di sekolah selalu mengingatkan kita kebersihan pangkal kesehatan. Guru ngaji kita juga tak kalah getol mengingatkan kita bahwa kebersihan adalah sebagian daripada iman. Dan tag line ini seolah ingin mematahkan itu.

Kalau yang dimaksud kotor disini adalah lumpur dan tanah, menurut saya itu bukan sesuatu yang kotor. Dalam konteks anak-anak bermain dengan alam, lumpur dan tanah adalah sarana bermainnya. Tentu saja setelah bermain mereka harus membersihkan diri, karena tidak mungkin membawa lumpur dan tanah ke kamar tidur atau ke meja makan. Itu bukan tempatnya. Sementara sesuatu yang kotor, dimanapun tempatnya akan tetap kotor. Ssampah misalnya atau tahi.

Jadi tag linenya semestinya diganti saja dengan jangan takut lumpur (kecuali lumpur Lapindo kali yeeee�)

Husband said: sok kritiiiiisssss�.. trus tak jawab: yo beeeeennnnn�

02 October 2006

BISUL

Kemarin waktu saya bisulan di kuping, teman saya bilang, saya terlalu banyak telpon-telponan dengan lelaki hidung belang. Masuk akal juga sih, mungkin itu peringatan Tuhan buat saya, karena saya termasuk hamba yang disayangi-Nya (he..he..). Akhirnya karena ngga tahan, saya ke dokter. Kata dokter, itu karena perubahan hormon. ( hormon apa ya?).

Nah sekarang kalau bisulnya di paha? Masak karena sering pangku-pangkuan ama lelaki hidung belang? Yang bener aja. Mending pangku ama lelaki berhidung mancung kan? Duuuuh bisul ini... Ada yang punya resep ngga, gimana cara nyembuhinnya tanpa harus ke dokter. Malu nih bisulan terus!!!

01 October 2006

PERHATIAN

"Mbak, resletingnya belum dipasang," begitu ucap seorang lelaki paruh baya pada saya. Wah perhatian banget ya, begitu mungkin komentar anda dalam hati.Ya, saya setuju dengan Anda, lelaki itu perhatian banget, tapi sayang perhatiannya diberikan pada orang yang salah, di tempat yang salah dan di waktu yang salah pula.

Coba bayangkan, di tempat yang mayoritas pengunjungnya adalah lelaki, orang itu dengan santainya menghampiri saya hanya untuk mengatakan resleting celana saya belum terpasang. Mungkin maksud orang itu baik, tapi caranya yang ngga baik. Atau bisa jadi dia tidak tahu bahwa dengan caranya memberi perhatian itu, saya jadi malu. Tapi, ah.. ini kan bulan puasa, saya positive thingking aja deh. Terimakasih Bapak...