19 October 2006

RATRI (PART 2)

Suara lembut Norah Jones dari telpon genggam yang tergeletak di dashboard memaksa Ratri mengalihkan perhatiannya dari jalanan di depannya. Tidak ada nama. Ratri tidak segera menjawab panggilan itu karena bersamaan dengan itu lampu didepannya menyala hijau. Tangan kiri Ratri segera meraih persenelling kemudian kaki kanannya menginjak pedal gas perlahan. Jalanan agak sedikit macet siang itu. Setelah mobilnya berjalan tangannya meraih telepon gengganmya.

"Halo."
"Selamat siang, dengan Riri?"

Riri! Siapa lagi orang yang memanggilnya dengan sebutan itu selain...Mas Haris. Dada Ratri berdegup kencang. Debar yang sudah lama sekali tidak pernah dirasakan Ratri. Mas Haris!! Untuk beberapa saat Ratri terdiam. Dia tidak tahu harus berkata apa.

"Mas Haris?"
"Ya, ini Haris. Apa kabar Ri? Kok sms ku ngga dibalas?"
"Oh, maaf Mas, aku..nnggg.. aku bingung mau jawab apa."

Beberapa hari sebelumnya Haris mengirim pesan singkat yang isinya mengungkapkan kerinduannya pada Ratri. Kalimatnya cukup lugas, Riri, aku kangen, Haris. Meskipun sempat kaget, tapi Ratri segera melupakan sms itu. Paling orang iseng, pikirnya waktu itu. Mana mungkin Mas Haris tahu nomer telponnya. Kalaupun tahu apa mungkin Mas Haris masih menyimpan rindu untukku?

Keraguan Ratri terjawab sudah. Haris meneleponnya dan apa yang ditulisnya di sms diucapkannya di telepon.

"Ri, aku kangen."
Ratri terdiam. Duh, Mas Haris, berhentilah menggodaku, batinnya.

Haris, lelaki dari masa lalu, begitu Ratri menyebutnya bila sedang bernostalgia dengan teman-temannya yang juga mengenal Haris, memang punya tempat khusus di hati Ratri. Bukan karena wajahnya yang ganteng atau otaknya yang encer, bukan juga karena dia cinta pertama Ratri tapi lebih karena sesuatu yang terus membekas hingga sekarang...

bersambung

1 comment:

Anonymous said...

Wah iki blog tentang sampeyan opo Ratri? ... hehehe. Monggo mbak salam kenal juga soko aku (hihihii isin aku).

Moes Jum